PEKANBARU, GORIAU.COM - Tim Khusus Kejaksaan Tinggi Riau dibawah pimpinan Kajati Riau, Setia Untung Arimuladi, mulai menyelesaikan sejumlah kasus korupsi bertahun-tahun terpendam. Hal itu terbukti dalam perkara rasuah pembuatan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif senilai Rp 7 miliar.

Kejati akhirnya menahan tiga tersangka di Rumah Tahanan Sialang Bungkuk Pekanbaru, Kamis (7/5). Tiga tersangka yang dimaksud adalah mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Riau, Nazief Susiladarma, mantan Kepala Bagian Keuangan Setwan DPRD Riau, Juanda Agus, dan mantan Bendahara Pengeluaran, M Nasir.

Pantauan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, tempat berlangsungnya penyerahan barang bukti dan tersangka (tahap II), ketiganya datang sekitar pukul 13.00 WIB. Beberapa jam menyelesaikan administrasi tahap II, mereka langsung digiring ke mobil tahanan sekitar pukul 18.00 WIB.

Saat diwawancarai merdeka.com, Nazief mengaku pasrah ditahan jaksa penuntut umum (JPU). Dia menghormati proses penyidikan dilakukan JPU terhadap dirinya dan dua rekannya.

"Kita hormati proses hukum ini. Saya menerima ditahan dan akan saya ikuti prosedur hukum ini," kata Nazief.

Saat ditanya apakah dirinya akan melakukan penangguhan penahanan, Nazief mengaku masih berpikir-pikir. "Itu nanti saja, yang jelas dijalani dulu," ujar Nazief sembari masuk ke mobil tahanan.

Sementara itu, kuasa hukum Nazief dan dua tersangka lainnya, Alfian, mengaku kaget kliennya ditahan karena sebelumnya disuruh pulang oleh JPU.

"Tadi siang, klien kami disuruh pulang dan diminta datang lagi Senin depan. Alasan jaksa, surat perintah penahanan belum ada. Kenapa tiba-tiba langsung ditahan dan surat perintah penahanan langsung ada?" kata Alfian.

Menurut Alfian, Nazief langsung terkejut karena mendadak ditahan oleh JPU. "Dia shock, soalnya ini tiba-tiba saja. Nanti saya akan mengajukan surat penangguhan penahanan," ujar Alfian.

Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau Mukhzan menjelaskan, kewenangan penahanan merupakan hak JPU dalam setiap proses penuntutan.

"Ini untuk mempermudah proses penuntutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Selain itu, alasan penahanan karena ditakutkan tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya," kata Mukhzan kepada merdeka.com.

Menurut Mukhzan, kerugian negara dalam kasus ini telah dikembalikan para tersangka. Meski begitu, kasus ini masih tetap lanjut karena pengembalian uang yang di korupsi tak bisa menjadi alasan pemaaf dari hukuman pidana.

Mukhzan menjelaskan, kasus ini bermula saat tim Inspektorat Pemprov Riau menemukan adanya pengeluaran janggal dalam anggaran Sekwan Riau senilai Rp 7 miliar lebih pada 2008. Diduga, pencairan anggaran itu tidak melalui prosedur sebagaimana diatur dalam perundang-undangan tentang keuangan negara. Dana itu dicairkan melalui mekanisme kas bon atau hutang. Setelah cair, dana itu tidak dikembalikan. ***