JAKARTA, GORIAU.COM - Mantan Gubernur Provinsi Riau M Rusli Zainal tetap mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), seperti yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meski Pengadilan Tinggi (PT) Riau mengurangkan vonisnya menjadi 10 tahun.

Sebelumnya, Rusli dijatuhi pidana penjara 14 tahun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Riau. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntutnya dengan pidana 17 tahun.

Kuasa hukum Rusli Zainal, Rudy Alfonso mengatakan, putusan tingkat banding itu tidak bisa diposisikan dalam konteks menang atau kalah. Pasalnya penilaian seperti itu hanya ada di kasus perdata.

Dia melihat putusan banding itu hanya sekadar pengurangan hukuman. Tapi putusan tersebut tetapi tidak sesuai dengan memori bandingnya Rusli. Pihaknya mengaku menghargai kasasi yang akan diajukan KPK.

Pasalnya, hal tersebut merupakan kewenangan KPK. Apalagi putusan banding itu jauh dari dua per tiga tuntutan, 17 tahun yang diajukan KPK. Untuk itu kasasi KPK itu wajar-wajar saja.

''Bukan siap menghadapi (kasasi KPK). Pak Rusli sendiri juga yang kasasi. Kasasi jelas dong,'' kata Rudy saat dihubungi koran sindo sebagaimana dikutip GoRiau.com di Jakarta, Minggu (10/8/2014).

Dia menyatakan, sampai kemarin pihaknya belum menerima salinan (minutasi) putusan banding. Padahal salinan menjadi dasar untuk menyusun memori kasasi. Dari salinan itu pihaknya akan melihat bagaimana pertimbangan hukumnya.

Dia mengaku belum mengetahui kapan pastinya putusan banding dijatuhi majelis hakim PT Riau. Tetapi informasi tersebut diperoleh Rudy dari kolegnya sesama tim kuasa.

''Lah kalau enggak ada salinan putusannya, susun memori kasasi kan namanya ngaco itu, ngarang-ngarang itu,'' paparnya.

Rudy kemudian membeberkan alasan pengajuan kasasi Ketua DPP Partai Golkar nonaktif itu. Kalau dilihat dari kerugian negaranya dan putusan-putusan beberapa terdakwa lainnya yang ditangani KPK seperti mantan Menpora Andi Mallarangeng (divonis empat tahun), jelas putusan banding sangat tidak adil. ''Itu menurut saya ya,'' tuturnya.

Selain itu, dalam kasus dugaan korupsi kehutanan di Riau pun jauh dari tanggungjawab dan tingkat kesalahan Rusli. Hal tersebut sudah dituangkan dalam memori banding sebelumnya. Termasuk dalam kasus suap PON Riau. Bahkan dia mengklaim dalam fakta persidangannya jelas tidak memberatkan Rusli.

Lebih lanjut, majelis hakim tingkat pertama dan kedua pun tidak mempertimbangkan jasa-jasa Rusli yang dibuat untuk Riau. Berikutnya, keuntungan negara dari partisipasi swatsa yang sekarang menjadi milik pemda.

Di antaranya, beberapa stadion dalam penyelenggaraan PON senilai ratusan miliar yang disumbang oleh swasta bahkan tidak dipertimbangkan. ''Saya kira juga ya kurang adil lah. Ya harusnya itu semua dipertimbangkan hakim. Dan dia tidak memperkaya diri sendiri untuk menikmati apa, hasil korupsinya. Kan itu esensinya begitu,'' tandasnya.

Diketahui, Rusli dijerat dengan dua kasus dan tiga delik. Pertama, kasus dugaan suap pengurusan revisi Peraturan Daerah (Perda) No 6/2010 tentang pembangunan lapangan menembak PON Riau 2012. Dalam kasus ini Rusli diduga menerima dan memberi suap.

Kedua, Rusli dijerat pada kasus dugaan korupsi penerbitan Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Bagan Kerja (BK) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) atau Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. ***