JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut pasangan 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak bis membuktikan klaim kemenangannya 52 persen.

Dikutip dari poskotanews.com, hakim MK Arief Hidayat dalam pembacaan sidang putusan sengketa Pilpres 2019 menyebutkan, pemohon mendalilkan berdasarkan dokumen C1 yang dimiliki pemohon, perolehan suara pemohon adalah 68.650.239 atau 52 persen.

Prabowo-Sandiaga mengklaim ada perbedaan hasil suara yang sebenarnya dan dengan versi KPU. Berdasarkan versi KPU, Jokowi-Ma’ruf memperoleh 85.607.362 suara sementara Prabowo-Sandiaga 68.650.239.

KPU dalam jawabannya menyatakan, dalil gugatan Prabowo-Sandiaga tidak benar dan tidak berdasar hukum karena yang benar adalah hasil rekapitulasi tingkat nasional dari KPU.

KPU menilai Prabowo-Sandi tidak bisa menguraikan perolehan suara tiap provinsi, kota, dan kecamatan. Sementara itu, perolehan suara versi KPU berdasarkan rekapitulasi berjenjang yang dihadiri saksi dari kedua pasangan calon.

''Dalil pemohon yang tidak merujuk kepada perolehan suara pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan adalah dalil yang tidak benar dan tidak berdasar,'' ucap Arief membacakan tanggapan KPU.

Sementara itu, pihak Jokowi-Ma’ruf menilai Prabowo-Sandi tidak bisa menunjukkan di mana saja suara 01 berkurang. Prabowo-Sandi juga dianggap tidak bisa menunjukkan di mana letak kesalahan sehingga ada perbedaan penghitungan suara.

''Pemohon mendalilkan suara pihak terkait di Sumsel berjumlah 0 suara, suatu hal yang di luar akal sehat,'' kata Arief membacakan tanggapan pihak terkait.

MK juga berpendapat, bahwa perbedaan klaim Prabowo itu ada pada suara Jokowi-Ma’ruf berjumlah 63.573.169 suara namun ditetapkan KPU sebesar 85.607.362 suara. Sementara itu, suara Prabowo-Sandiaga versi KPU dan versi 02 sama.

''Dengan demikian yang didalilkan sebenarnya adalah penambahan terhadap suara pihak terkait, bukan perbedaan suara pemohon,'' kata Arief.

Terkait dalil tersebut, MK melihat Prabowo-Sandiaga ternyata tidak melampirkan bukti rekapitulasi yang lengkap untuk 34 provinsi. Untuk provinsi yang bukti rekapitulasinya dilampirkan, form C1 nya ternyata tidak lengkap untuk semua TPS.

''Sebagian besar C1 adalah hasil foto atau pindai scan hasil C1 yang tidak diuraikan dengan jelas mengenai sumbernya dan bukan salinan C1 resmi yang diberikan ke saksi pemohon di TPS,'' paparnya.

Dalil  gugatan Prabowo-Sandi, menurut MK  merupakan dalil yang tidak lengkap dan tidak jelas karena tidak secara khusus menunjukkan di mana perbedaan hasil suara tersebut.

Mahkamah juga menilai, Prabowo-Sandi juga tidak membuktikan dengan alat bukti yang cukup untuk meyakinkan mahkamah bahwa hasil penghitungan menurut pemohon itu merupakan hasil penghitungan yang benar.

''Bukti pemohon tidak dapat membuktikan hasil penghitungan berdasarkan formulir rekapitulasi yang sah untuk seluruh TPS,'' kata Arief.

Karena itu Mahkamah berpendapat dalil pemohon a quo permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum.***