Jika terus dibiarkan, bukan mustahil konflik dan tindak kejahatan yang lebih besar dapat terjadi sehingga mengganggu kestabilan dan kedaulatan negeri ini di kemudian hari.

FENOMENA geng motor akhir-akhir ini ramai menjadi bahan pembicaraan di Pekanbaru. Bukan karena kontribusinya membangun masyarakat, tetapi justru memberikan teror ketakutan didalamnya. Lihat saja aksi geng motor kelompok ''Klewang'' yang menghebohkan masyarakat beberapa hari ini. Sederet kasus kriminal membumbui perjalanan kehidupan jalanan para genk motor di Kota Bertuah. Mulai dari kasus pemerkosaan, perampokan dan kasus kriminal lainnya yang sangat merugikan orang banyak. Ada juga kasus terkini Ketua Geng motor dan kawanannya yang memperkosa gadis di kawasan main stadium Unri Panam Riau. Sang gadis trauma.

Keberadaan geng motor di Pekanbaru adalah kenyataan yang tidak bisa dicegah. Dalam sebuah negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan kebebasan berekspresi, terbentuknya geng motor sebagai komunitas merupakan salah satu hak warga negara. Tapi yang perlu diperhatikan, bukan berarti komunitas-komunitas tersebut bebas berbuat apapun semau mereka. Terutama tindak kriminal yang merugikan banyak pihak.

Munculnya kasus kriminalitas yang dilakukan oleh geng motor tidak lepas dari longgarnya peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan, pada bab VII Pasal 13 dan 14 dijelaskan bahwa pemerintah akan membekukan organisasi masyarakat jika mereka melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Apabila tidak mengindahkan, maka kelompok tersebut akan dibubarkan. Yang menjadi pertanyaan, apakah peraturan ini sudah efektif meredam tindak kriminal kelompok masyarakat?

Kasus-kasus geng motor terus saja terjadi. Menurut Indonesia Police Watch (IPW), sejak tahun 2009 hingga 2011 terdapat lebih dari 190-an orang tewas terkait dengan geng motor. Memang sulit menangani keberadaan geng motor karena bentuk organisasi mereka tidak baku. Jika dibubarkan, nanti akan terbentuk kembali. Hal ini terjadi karena ikatan komunal kelompok tersebut sangatlah kuat. Penanganan yang tepat dengan ''memegang'' pembesar-pembesar geng tersebut adalah salah satu solusinya. Jika sudah demikian, pengaturan terhadap anggota-anggotanya bisa lebih mudah.

Polisi sebagai pengatur yang bertanggung jawab terhadap keamanan masyarakat harus meningkatkan pengawasannya. Intensitas patroli perlu ditingkatkan sebagai upaya preventif terjadinya kriminalitas. Begitupun pemerintah, mereka harus proaktif menyelesaikan kasus kekerasan yang dilakukan oleh geng motor. Pemerintah harus berpihak kepada masyarakat yang terganggu oleh ulah mereka. Jika terus dibiarkan, bukan mustahil konflik yang lebih besar dapat terjadi sehingga mengganggu kestabilan dan kedaulatan negeri ini di kemudian hari. Kedapannya semoga Pekanbaru tidak ada lagi terdengar tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekawanan geng motor. ***

* Penulis adalah Direktur Kaukus Global Transparansi (Kagotra).