JAKARTA - Pemerintah bisa menghemat devisa hingga 70 miliar dolar AS (USD) bila pengelolaan ladang minyak Blok Rokan, di Provinsi Riau, diserahkan ke PT Pertamina (persero).

Demikian pendapat pengamat energi Komaidi Notonegoro. ''Produksi crude (minyak mentah) Blok Rokan bisa langsung masuk ke kilang Pertamina sehingga tidak perlu keluar devisa lagi untuk impor crude,'' katanya di Jakarta, Senin (30/7), seperti dikutip dari republika.co.id.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), saat ini Blok Rokan memproduksi crude sebesar 207.000 barel per hari. Dengan asumsi harga crude 50 dolar AS per barel, penghematan devisa yang diperoleh selama 20 tahun kontrak bisa mencapai lebih dari 70 miliar dolar AS.

Menurut Komaidi, dalam memutuskan kelanjutan pengelolaan Blok Rokan, pemerintah harus benar-benar melakukannya secara objektif. ''Saya paham betul soal Blok Rokan ini merupakan kondisi yang cukup sulit bagi pemerintah,'' kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu.

Di satu sisi, pemerintah ingin mempertahankan produksi Rokan. Sedangkan, di sisi lain, lanjutnya, ada juga keinginan pemerintah dan publik meningkatkan kapasitas Pertamina.

''Oleh karenanya, jangan diputuskan terburu-buru. Pertimbangkan semua masukan, sehingga diperoleh keputusan terbaik,'' kata Komaidi.

Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra PG Tallatov mengatakan pengelolaan Blok Rokan pascahabis kontrak dengan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) pada 2021, haruslah menjadi momentum pengembalian kedaulatan energi nasional.

''Menjelang kedaluwarsanya PSC (production sharing contract atau kontrak bagi hasil produksi) Chevron di Blok Rokan pada 2021, sudah semestinya menjadi momentum pengembalian kedaulatan energi nasional melalui BUMN, Pertamina,'' katanya.

Menurut dia, tidak ada alasan bagi pemerintah, untuk tidak menyerahkan Blok Rokan ke Pertamina sebagai wujud pengelolaan energi yang lebih berdaulat. Abra juga mengatakan Blok Rokan merupakan aset yang strategis, karena mampu menghasilkan produksi minyak sekitar 200 ribu barel per hari atau 25 persen produksi nasional.

Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah mesti memaksimalkan manfaat Blok Rokan bagi kepentingan bangsa dan negara dengan mengelolanya sendiri melalui BUMN. ''Dengan dikelola Pertamina, maka produksi BUMN Migas tersebut akan meningkat dan menjadi produsen Migas terbesar di negeri sendiri,'' ujarnya.

Abra juga mengatakan UUD Pasal 33 sudah mengamanatkan kekayaan alam apalagi Migas harus dikuasai negara dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dengan demikian, kalau Blok Rokan dikelola sendiri melalui BUMN, setelah sebelumnya selama 50 tahun atau sejak 1971 dikelola Chevron, maka akan memberikan manfaat maksimal bagi negara.

''Blok Rokan ini sangat strategis, kita harus perjuangkan agar bisa kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi,'' ujar Abra.

Meski baru akan berakhir pada 2021, pemerintah dijadwalkan akan memutuskan kontrak pengelolaan Blok Rokan selanjutnya dalam waktu dekat.***