JAKARTA, GORIAU.COM - Greenpeace Indonesia menyayangkan sikap pemerintah yang seolah menutup-nutupi kasus kebakaran hutan. Pelbagai data yang dibutuhkan untuk mengungkapkan kebenaran pun tak transparan disampaikan kepada publik.

"Kami kesulitan untuk mendapat data perusahaan dan izin. Padahal data tersebut harusnya terbuka untuk publik," kata juru kampanye politik hutan Greenpeace Indonesia, Muhammad Teguh Surya, di Jakarta, Kamis, 29 Oktober 2015.

Hal ini penting untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab atas kebakaran hutan kali ini. Sebab, mengutip dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 90 persen kebakaran hutan disebabkan tangan manusia.

Adapun data yang diminta terbuka oleh Greenpeace adalah peta tutupan lahan; peta hak pengusahaan hutan (HPH); peta hutan tanaman industri (HTI); peta izin pelepasan kawasan hutan; peta pinjam pakai kawasan hutan; serta data reboisasi dan sumber daya hutan. Keenamnya tak termasuk dalam data-data yang harus dirahasiakan dan bisa diakses langsung oleh publik.

Menurut Teguh, dengan terbukanya data ini, akan lebih mudah untuk menjatuhkan hukuman kepada pemilik lahan yang terbakar. Sebab, sudah menjadi kewajiban dari perusahaan untuk memiliki alat pemadam api, dan langsung menindak bila menemukan titik api di lahannya. Tak hanya itu, dengan tak jelasnya izin ini, semua pihak saling melempar bola panas untuk menghindari tanggung jawab. Aksi saling tunjuk ini tentu tak akan terjadi bila pemerintah membuka suaranya.

"Dia tinggal tunjukkan saja datanya, lahan ini milik perusahaan B. Dia yang harus bertanggung jawab. Begitu kan selesai," ujarnya. Itikad seperti ini malah belum tampak sama sekali, bahkan saat bencana asap sudah memakan korban jiwa. Malah terkesan pemerintah mencoba menutupi para pembakar hutan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan enggan mengungkap identitas perusahaan pembakar hutan. "Karena kami tak ingin timbulkan distorsi yang akibatnya ada lay off (pemutusan hubungan kerja)," tuturnya kemarin.

Bagi Teguh, alasan ini sangat tak kuat. Menurut dia, dengan membuka nama-nama perusahaan justru akan memulihkan kepercayaan pasar global. Artinya, Indonesia berani dalam penegakan hukum. Ia malah memiliki alasan lain tentang mengapa pemerintah masih menutup-nutupi data pembakar hutan.***