JAKARTA - Pemerintah sedang mendorong pembangunan sejumlah ruas di proyek jalan tol Trans-Sumatra yang belum melakukan financial close untuk mempertimbangkan opsi skema pembiayaan contractor pre-financing dalam memulai proyek.

Berbeda dengan skema pembiayaan konvensional lewat kredit investasi, contractor pre-financing mewajibkan kontraktor untuk menyelesaikan proyek terlebih dahulu dengan dana pembangunan yang diusahakan oleh kontraktor yang bersangkutan, baru kemudian hasilnya dibayar oleh badan usaha jalan tol (BUJT).

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Herry Trisaputra Zuna menilai bahwa skema tersebut dapat membantu percepatan pembangunan jaringan tol Trans-Sumatra, salah satunya karena penyertaan modal negara (PMN) sebagai sumber pendanaan proyek biasanya belum akan dicairkan pada awal pembangunan.

Dengan begitu, percepatan pembangunan jalan tol Trans-Sumatra dapat dilakukan kendati pendanaan belum dicairkan pada awal pembangunan proyek karena pembayaran dilakukan pada akhir pembangunan kepada kontraktor.

"Sebelum PMN bisa diberikan untuk proyek, bisa paralel dengan penyelesaian proyek Trans-Sumatra itu sendiri," kata Herry kepada Bisnis, belum lama ini.

Berdasarkan data terbaru BPJT, terdapat lima ruas tol Trans-Sumatra yang tengah dalam tahap transaksi proyek.

Satu di antaranya direncanakan menggunakan skema kredit investasi yakni ruas Pekanbaru- Kandis - Dumai dengan perkiraan biaya Rp6,40 triliun.

Sementara itu, skema pembiayaan untuk empat ruas lainya belum ditentukan. Keempat ruas tersebut ialah Kuala Tanjung - Tebing Tinggi - Parapat, Indrapura - Kisaran bagian dari Padang - Pekanbaru (Pekanbaru - Bukittinggi dan Bukittinggi - Padang) dan Banda Aceh -Sigli.

"Kami sudah membahasnya juga dengan Kementerian Keuangan bagaimana konsep CPF ini bisa didapatkan jaminan untuk dapat diterapkan di Trans-Sumatra lebih dalam." ***