PEKANBARU, GORIAU.COM - Syafrinal Hedi, mantan Asisten II Setda Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) dan juga mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Inhil, yang mengajukan Kasasi ditolak Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) RI.

Bahkan, MA menjatuhkan vonis lebih tinggi dari vonis yang sebelumnya diberikan Pengadilan Tipikor Pekanbaru, dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Riau. Hakim Agung menjatuhi vonis terhadapnya selama 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider selama 10 bulan kurungan.

Panitera Muda (Panmud) Tipikor Pengadilan Negeri Pekanbaru, Hasan Basri, Ahad (29/6) kepada wartawan mengatakan majelis Hakim Agung menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang Undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

''Majelis hakim agung tidak sependapat dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang dikuatkan dengan putusan majelis hakim tinggi PT Pekanbaru, yang mengenakan Pasal 3 Undang Undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,'' ujar Hasan.

Dalam salinan putusan Majelis Hakim MA, yang diketuai Dr Artidjo Alkostar SH LLM, dan hakim anggota masing-masing, Prof Dr Krisna Harahap SH MH dan Dr H Surachmin SH MH, Nomor 497 K/Pid.Sus/2014 dari MA RI, atas nama terpidana Syafrinal Hedy, Majelis Hakim MA, menjatuhkan vonis hukuman selama 8 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider selama 10 bulan kurungan.

''Syafrinal Hedy juga diwajibkan membayar uang penggati kerugian negara sebesar Rp5.442.275.577 subsider 4 tahun penjara,'' imbuh Hasan.

Syafrinal Hedi, terdakwa korupsi proyek pengerjaan Trio Tata Air dan Pengaturan Tata Air (P2TA) di Kabupaten Inhil, divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, yang diketuai JPL Tobing, Kamis, 10 Oktober 2013 lalu, dan dijatuhi vonis selama 6 tahun penjara.

Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan, dan uang pengganti sebesar Rp 3.516.871.620 subsider 2 tahun penjara.

Putusan tersebut lebih ringan dua tahun dari tuntutan JPU Hendri, yang menuntut dengan hukuman selama 8 tahun penjara, serta denda sebesar Rp500 juta sudsider 4 bulan. Kemudian JPU dan terdakwa sama sama mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Riau, yang hasilnya PT Riau menguatkan putusan Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru.

Kasus korupsi proyek pengerjaan P2TA di Kabupaten Inhil, yang menjerat Syafrinal Hedy ini bermula tahun 2008 lalu. Di mana Dishutbun Inhil berencana mengendalikan kerusakan lahan dan hutan akibat perembesan air laut. Untuk mengatasi kerusakan lahan tersebut, pihak Dishutbun membuat kegiatan dengan proyek P2TA, dengan anggaran sebesar Rp 10 miliar, dengan realisasi Rp 9 miliar.

Dalam perjalanannya proyek ini selesai. Namun, berdasarkan penyidikan, tanggul yang dibangun tidak bertahan lama, karena dibangun tidak sesuai kontrak. Berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditemukan kerugian negara Rp 5 miliar lebih. ***