JAKARTA, GORIAU.COM - Komnas HAM mengingatkan pemerintah menjamin hak beribadah warga negara terkait perbedaan Idul Adha 1436 H/2015 M. Sebab ada warga yang menunaikan salat Idul Adha pada 23 September dan 24 September.

"Komnas HAM mendorong negara khususnya pemerintah untuk hadir memberikan jaminan hukum, keamanan, dan fasilitas yang sama bagi setiap warga negara yang akan berhari raya Idul Adha baik pada 23 September maupun 24 September 2015," ujar Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution dalam siaran persnya, Selasa (15/9/2015).

Maneger menegaskan, kebebasan beribadah tidak boleh dikurangi dalam kondisi apa pun sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 E ayat (1) dan 29 ayat (2) UUD 1945 serta Pasal 22 UU 39 tahun 1999 tentang HAM dan Pasal 18 ICCPR yang sudah diratifikasi dengan UU 12 tahun 2005.

"Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Untuk itu negara terutama pemerintah pusat dan daerah sebaiknya berlaku adil dan tidak boleh diskriminatif dalam menjamin dan memenuhi dukungan keamanan dan fasilitas (khususnya fasilitas publik) bagi terselenggaranya perayaan Idul Adha," paparnya.

Menurut dia, sesuai UU 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, Komnas HAM berwenang mengawasi adanya tindakan diskriminatif.

"Untuk itu negara terutama pemerintah supaya mengelola kebijakan-kebijakan dan pernyataan-pernyataan pejabat pemerintah serta memberi perhatian terhadap komentar-komentar tokoh dan publik pigur yang dinilai berpotensi sebagai tindakan diskriminatif berkaitan dengan terjadinya perbedaan hari raya Idul Adha tersebut," sambung Maneger.

Komnas HAM juga mengimbau masyarakat tetap tenang dan saling menghargai keyakinan masing-masing untuk menjaga keutuhan bangsa.

Pemerintah menetapkan bahwa Hari Raya Idul Adha jatuh pada Kamis, 24 September 2015 berbeda dengan Muhammadiyah yang menetapkan Idul Adha pada 23 September.

Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadyah Ma'rifat Iman mengatakan perbedaan ini dikarenakan kriteria yang digunakan. Pemerintah menggunakan kriteria bahwa hilal harus di atas 2 derajat. Sementara Muhammadiyah tidak mengharuskan hilal di atas 2 derajat.***