MENYIKAPI pemerinah pusat Jakarta terkait tidak dipandangnya Riau terkait pengelolaan Blok Rokan Datuk Seri Al Azhar mengistilahkan Riau hidup dalam kutukan. Riau miskin dalam kubangan kekayaan sumber daya alam, Riau kelaparan dalam lumbung tumpukan makanan.

Selama ini pekikan suara  Riau ditelan gemuruhnya bilyunan barel minyak, rakyat hanya kuasa menatap pipa yang mengular sepanjang jalan dan ngarai membelah kampung Sakai. Keberadaan raksasa mesin angguk menyedot isi perut bumi oleh perusahaan minyak tidak maksimal mendatangkan manfaat justru membuat derita dan nestapa Sakai, membuat hancurnya hutan alam membawa penderitaan masyarakat adat.

Hitungan 50 tahun Riau dibuat bersabar menahan sesak nafas melihat kekayaan alam di teras, halaman bagian kanan dan samping rumah yang sudah terlanjur digangsir dan di bor karena terikat kontrak diserahkan oleh negara kita sendiri Indonesia kepada penguasaan asing ( Caltex, Chevron).

Tapi setelah 50 tahun menanti dengan mimpi, Rakyat Riau seakan kembali dipaksa menelan pil tidur over dosis supaya tergelatak di kubangan kelam kembali. Alhamdulillah rakyat Riau sudah imun dari efek pil tidur. Saat ini rakyat Riau menuntut, darahnya semakin menggelegak sepanas memijak pipa minyak. Rakyat Riau kompak bangkit untuk merebut hak dan miliknya agar Sakai tidak menderita, supaya masyarakat adat kembali terhormat.

Gerakan Riau menuntut akhirnya menghasilkan 8 sikap tertulis melalui warkah Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau diantaranya adalah yaitu ; pertama menolak rencana pemerintah pusat menyerahkan pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina karena sama sekali tidak melibatkan pemerintah dan elemen masyarakat Riau.

Kedua, pengelolaan Blok Rokan setelah 2021 harus diserahkan kepada BUMD di Riau dengan porsi 70 persen. Sikap lainnya menuntut selain keuntungan participant interest (PI) 10 persen dari pengelolaan dengan porsi 70 persen, pengelola Blok Rokan harus menyediakan 2 persen dari total keuntungan sebagai pancung alas atas pengginaan tanah yang tergolong pada tanah adat, ulayat di areal Blok Rokan sebagaimana ketentuan adat yang berlaku dalam adat Melayu Riau.

Gerakan Riau menuntut agar kompak dan terarah dan berhasil dengan gemilang meminta kepada Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai Datuk Seri Setia Amanah dan Datuk Seri Timbalan Amanah masyarakat adat Melayu Riau untuk menjembatani dengan pemerintah pusat. Perlu sinergisitas pemerintah, DPRD, LAM serta seluruh komponen masyarakat Riau. Bergandeng tangan jangan ada yang merasa ditinggalkan dan meninggalkan. Saatnya ego, teking dan suka merajuk ditanggalkan, utamakan kebersamaan bahwa saat ini perlu tonggak kokoh Riau menuntut demi kemajuan pembangunan dan kesejahteraan rakyat Riau.

Kenapa Rakyat Riau menolak titah pemerintah pusat menunjuk Pertamina sebagai pengelola Blok Rokan?  Tidak hanya soal Pemerintah daerah karena Riau tak dilibatkan oleh pusat dalam membahas Blok Rokan tetapi juga ada sejumlah pertimbangan lain, Apakah  itu ? Bagaimana kalau ternyata Pertamina benar- benar bangkrut. Apa jadinya Blok Rokan jika diserahkan kepada perusahaan yang bangkrut ! Apalagi kalau akhirnya pemerintah menjual aset negara Pertamina kepada pemerintah asing. Itulah diantara kekawatiran dan kecemasan yang menyelubungi peserta rapat akbar Riau menuntut di Gedung LAM menyikapi penunjukan pemerintah kepada Pertamina dalam mengelola Blok Rokan.

Benarkah Pertamina bangkrut dan Rakyat Riau patut mencemaskan ? Biarlah Pertamina menanggapi tulisan ini jika dianggap perlu. Cuma perkenankan sedikit referensi yang penulis ketahui tentang Pertamina. Mencermati laporan keuangan selama lima tahun terakhir, Pertamina mencatatkan keuntungan dan mencapai likuiditas (memenuhi kewajiban jangka pendeknya) maupun solvabilitas (memenuhi semua kewajibannya). Pada semester I 2018, Pertamina diperkirakan masih mencatatkan laba. Hanya, laba itu cenderung menurun dibanding periode sama pada 2017. Perkiraan perolehan laba tersebut didasarkan atas peningkatan produksi gas bumi sebesar 3.115 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dan minyak bumi yang mencapai 386 juta barel per hari. Adapun peningkatan produksi total migas mencapai sebesar 923 juta barel setara minyak per-hari.

Peningkatan produksi itu semestinya akan menaikkan pendapatan penjualan, yang memberi kontribusi perolehan laba. Namun laba itu diperkirakan akan cenderung turun, lantaran Pertamina harus menanggung potential loss dalam jumlah besar. Membengkaknya potential loss disebabkan Pertamina tidak dapat menaikkan harga jual Premium dan solar di tengah meroketnya harga minyak dunia, yang mencapai US$ 74,1 per barel. Dalam waktu hampir bersamaan, kurs rupiah cenderung melemah, yang berpotensi membengkakkan biaya operasional, terutama biaya pengadaan bahan bakar minyak.

Yang pasti serikat pekerja PT Pertamina (Persero) telah menggelar demonstrasi menolak wacana Pertamina jual aset. Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumilar mengatakan tidak semestinya pemerintah mengizinkan aset perusahaan milik negara dijual atau dilepas kepemilikannya.

Kecamuk Pertamina sememang patut kita jadikan catatan dan kewaspadaan . Biarlah itu urusan Perusahaan Pertamina dan pemangku Negara. Rakyat Riau hanya perlu fokus menuntut pengelolalan Blok Rokan yang note bene adalah tanah dan rumah milik rakyat Riau. Jika sampai terjadi Pertamina di jual ke penguasa Asing maka nasib Riau ibarat keluar dari mulut Harimau masuk ke mulut Buaya. Naudzubillah Min Zalik, semoga tidak terjadi. ***

*Bagus Santoso adalah anggota DPRD Provinsi Riau dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Korlap Elemen Mahasiswa Gerakan Riau Menuntut Blok Rokan