BELUM genap hitungan empat bulan Firdaus dilantik menjadi Walikota  Pekanbaru periode kedua. Beriring waktu yang baru seumur jagung dilantik, helat pilgub Riau sudah mulai memanas.

Balon Pilgubri bermunculan, berawal dari sikap politik Harris lalu diikuti Syamsuar - secara terbuka menyatakan keinginannya untuk maju sebagai calon gubernur Riau.

Langkah Harris dan Syamsuar memancing nama- nama lainnya turut terjun ke gelanggang. Sebut saja Yopi Arianto, Achmad, Lukman Edi, Irwan Nasir, Insyiati Ayus, Rusli Efendi, incumben Andi Rachman serta sederet nama lainnya.

Pada awalnya nama Firdaus belum muncul. Namun, setelah Musda Partai Demokrat Provinsi Riau tangal 9 Agustus lalu, secara mengejutkan lewat mekanisme aklamasi memilih Asri Auzar menggantikan Achmad. Nah justeru Firdaus yang diperhitungkan menjadi ketua Demokrat harus legowo 'menyalami' Asri Auzar.

Gagal menjadi ketua Demokrat ternyata Firdaus memainkan jurus Politik. Tak dapat kursi Ketua Demokrat usahanya semakin kencang untuk menduduki kursi Riau satu.

Tim sukses Firdaus dikabarkan kalah strategi sehingga kecolongan pada musda Demokrat. Langkah Firdaus yang tidak ingin larut pada kegagalannya, mengobarkan semangat untuk meraih etape lebih tinggi yaitu merebut kursi Gubernur.

Firdaus menjadi perbincangan yang menarik dikalangan media dan politisi. Betapa tidak, Firdaus yang awalnya seakan tidak ada greget apalagi minat naik kelas sekarang justeru langsung tancap gas.

Firdaus dilantik 22 Mei 2017, Walikota Pekanbaru yang belum genap menjabat 4 bulan ini dipastikan tidak bisa lagi sepenuhnya fokus pada urusan Kota bertuah. Hari-hari CFD, demikian panggilan untuk awak media, akan disibukkan dengan isu-isu besar Provinsi Riau setelah menyatakan diri sebagai calon gubernur.

Menyangkut urusan kinerja, CFD di periode kedua jelas belum dapat berbuat banyak, masa 4 bulan belum sempat mengutak- atik anggaran untuk menunaikan berbagai janji kampanye pemilihan walikota.

CFD pun diawal masa jabatannya banyak yang menebak lebih memilih fokus mengurus kota Pekanbaru . Diamnya Firdaus dimaknai sebagai sikap menegaskan tunak sebagai walikota yang akan dijabat selama lima tahun kedepan. Hal itu juga diperkuat tim sukses atau orang lingkaran CFD yang dari awal menyatakan CFD akan fokus membenahi kota Pekanbaru. Malahan dalam Group WA Cakaplah anggota group yang dikenal sebagaiborang dekatnya, menjamin Firdaus tidak akan tergoda mencalonkan Gubernur.

Sekarang kita tunggu reaksi masyarakat Pekanbaru rela atau tidak rela sebelum janji politiknya dipenuhi, dan kini bersiap ditingggalkan - jelas Firdaus akan disibukkan kembali memoles diri demi meraih jabatan politik yang lebih tinggi.

Penanganan persoalan klasik kota Pekanbaru seperti sampah, banjir dan tingkat kesejahteraan masyarakat, masih menjadi sorotan dan dijadikan tolok-ukur kinerjanya. Diakhir masa jabatannya periode pertama Firdaus menjadi bulan- bulanan media akibat sampah berserakan disetiap sudut kota.

Memang terkait masa jabatan yang seumur jagung lalu ditinggalkan tidak 'haram' di dunia politik, hanya bagaimana dengan komitmen penuntasan program yang dijanjikan pada saat kampanye. Tetapi Firdaus bisa menjamin atas semua janjinya melalui penerusnya yaitu Ayat Cahyadi.

Sememang ada juga pandangan yang mendukung Firdaus naik kelas menjadi Gubernur. Sebab, untuk menuntaskan janji kampanye Firdaus akan lebih cepat membangun Ibukota Riau Pekanbaru. Alasannya anggaran APBD Kota Pekanbaru kurang memadai Rp 2.3 triliun untuk menggenjot pembangunan Kota. Menjadi rahasia konsep pembangunan Gedung Walikota baru di Tenayan belum siap karena terbentur dana.

Untuk itu langkah yang ditempuh Firdaus dinilai tepat menjadi Gubernur, dengan perhitungan Firdaus akan lebih mudah merealisasikan janjinya karena di dukung APBD yang lumayan besar diatas Rp 10.4 triliun.

Bermanuver dalam politik sah-sah saja, andai saja Firdaus berhasil mendapatkan rekomendasi dukungan Demokrat 9 kursi masih kekurangan 4 kursi. Firdaus sudah mendapatkan dukungan secara lisan dari Ketua PPP Aziz Zainal. Kawan koalisi setianya yaitu PKS dipastikan akan memberikan sokongan.

Jika strategi politik Firdaus tepat maka perahu untuk berlayar sebagai calon gubernur terbuka lebar. Dan kalaupun tidak berhasil langkah yang diambil Firdaus tidak akan mendatangkan kerugian yang ditimbulkan, tetap menjabat sebagai Walikota Pekanbaru hingga lima tahun berakir 2022.

Kini peta kekuatan politik di Riau bertambah seru setelah Firdaus mendapat dukungan PPP. Meski Firdaus hanya menang tipis saat pemilihan Walikota Pekanbaru, tetapi irisan kekuatan politik Riau menghadapi pilgubri tahun 2018 sedikit demi sedikit mulai tersingkap.

Keinginan sudah digaungkan. Kini Firdaus harus segera mencari partai atau gabungan partai yang memiliki sedikitnya 13 kursi di DPRD Riau. Jika diasumsikan Demokrat 9, PPP 5 dan PKS 3 sudah 17 berlebih 4 kursi digenggaman tangan, maka jalan bagi Firdaus sangat lapang. Dari asumsi-asumsi tersebut, semoga Firdaus benar-benar konsisten untuk tidak melupakan janji kampanye kepada masyarakat Kota Pekanbaru jika nantinya terpilih sebagai Gubernur Riau. ***

Bagus Santoso adalah Wartawan Senior & Anggota DPRD Provinsi Riau