JAKARTA, GORIAU.COM - Critically endangered (terancam punah). Status mengenai harimau sumatera itu disematkan oleh "International Union for Conservation of Nature" (IUCN). Spesies itu adalah predator tertinggi dalam sistem rantai makanan di belantara Sumatera.

Belum ada angka pasti populasi satwa karnivora dengan nama latin Panthera tigris sumatrae tersebut saat ini mengingat belum pernah ada survei populasi secara menyeluruh dari Aceh hingga Lampung.

Direktur Program Sumatera dan Kalimantan WWF-Indonesia Anwar Purwoto menyebut estimasi 200 hingga 300 individu yang tersisa di Sumatera.

"Data base harimau sumatera belum komplit. Island wide survey perlu dilakukan, dan itu pekerjaan besar karena harus dilakukan dari Aceh sampai Lampung," kata Anwar.

Bagian tengah Sumatera adalah kantong penting bagi harimau.

Wilayah tersebut merupakan pertemuan dari dataran tinggi Bukit Barisan yang membentang dari jajaran gunung ujung utara (Aceh) sampai ujung selatan (Lampung) Sumatera dengan dataran rendah Riau hingga lahan gambut ke arah timur berbatasan dengan Laut China Selatan.

"Karena itu satwa umumnya senang tinggal di (bagian) dataran rendah," ujar Anwar.

Antara Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling merupakan koridor atau jalur perlintasan satwa.

Lima jenis kucing liar yang hidup di Sumatera, yakni harimau sumatera, macan dahan, kucing batu, kucing emas, dan kucing congkok, diketahui hidup di tempat itu.

Anwar mengatakan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling diketahui sebagai kawasan prioritas jangka panjang konservasi harimau dunia.

Karena itu, mempertahankan keberadaan kawasan konservasi seluas 136.000 hektare (ha) itu sangat penting, terlebih jika koridor hutan yang menghubungkan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dengan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling dapat terus terjaga.

Ahli spesies harimau WWF-Indonesia Sunarto mengatakan lokasi Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling berada di tengah antara Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.

Jika kawasan ini habis maka habitat harimau sumatera akan habis.

Daerah suaka margasatwa ini juga merupakan daerah transisi dataran rendah ke dataran tinggi. Lanskap ini menciptakan banyak relung yang sering disinggahi berbagai satwa liar, sehingga kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi.

"Intinya (wilayah) ini yang paling kaya (keanekaragaman hayati)," ujar dia.

Ancaman

Kondisi Bukit Rimbang Bukit Baling tidak separah Taman Nasional Tesso Nilo. Namun demikian, ancaman ekstensifikasi perkebunan, pertambangan, pembalakan, dan perburuan liar semakin meningkat di kawasan konservasi tersebut.

Sunarto mengatakan ancaman ekspansi petambangan dan perkebunan terjadi dengan skala besar dan masif di sisi timur.

"Di sisi ini ada ekspansi sawit dan HIT (Hutan Tanaman Industri) akasia, serta pertambangan batubara dan emas," katanya.

Pada bagian utara kawasan suaka margasatwa, banyak terjadi ekspansi perkebunan kelapa sawit dan karet rakyat dengan skala relatif kecil. Sedangkan di bagian barat, kegiatan pembalakan liar cukup marak terjadi.

"Di semua sisi (Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling) ada kegiatan perburuan berbagai jenis satwa liar," ujar Sunarto.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau Bintang Hutajulu mengatakan ancaman pembalakan liar semakin besar terhadap kawasan suaka margasatwa ini. Pergerakan mereka pun begitu cepat.

Jalur-jalur logging milik perusahaan pulp besar yang berbatasan dengan kawasan konservasi harimau sumatera ini menjadi jalur ilegal untuk membawa kayu-kayu log hasil pembalakan liar, katanya.

"Ini yang kami protes sebenarnya, jalur-jalur mereka tidak dijaga, jadinya dimanfaatkan untuk membawa kayu ilegal dari kawasan suaka margasatwa," ujar dia.

Kekhawatiran lain yang ia rasakan terkait keberlangsungan hutan alam di kawasan Rimbang Baling adalah komitmen seorang warga desa dari dalam suaka margasatwa yang terpilih menjadi anggota DPRD Riau untuk membangun jalan sepanjang sekitar 38 kilometer yang menghubungkan desanya dengan kawasan di luar Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling.

"Bayangkan kalau jalan itu benar jadi, kita tahu di Indonesia kalau jalan sudah dibuka hutan di sekitarnya bakar rusak," ujar Bintang yang lebih akrab dipanggi Cobar.

Hampir sama dengan kawasan konservasi lain di Tanah Air, di dalam Rimbang Baling pun terdapat beberapa desa yang memang sudah ada sebelum status suaka margasatwa ditetapkan pemerintah.

Jika pada awalnya hanya empat desa saja yang berada di dalam kawasan, maka jumlahnya bertambah menjadi delapan desa.

Sementara itu, Kepala Bidang Konservasi BKSDA Riau Wilayah I Johny Lagawurin mengatakan untuk mengelola, mengamankan, melindungi kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling begitu berat dengan tiga orang personel polisi hutan.

Karenanya, belum semua area di 136.000 hektare lahan kawasan konservasi dijangkau oleh pihak BKSDA.

Lemahnya informasi untuk kepastian hukum khususnya terkait tata batas kawasan konservasi juga menjadi masalah.

Menurut dia, hingga saat ini baru ada penunjukan batas kawasan oleh Menteri Kehutanan, belum ada penetapan kawasan.

"Ini jadi kritik juga untuk pusat (Kementerian Kehutanan), karena menyulitkan untuk melakukan tindakan di lapangan," ujar Johny. ***