NAYPYIDAW - Myanmar terus melakukan pemusnahan terhadap Muslim Rohingya. Hal itu diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk HAM, Andrew Gilmour.

Dikutip dari kompas.com, kantor berita AFP melaporkan Selasa (6/3/2018), Gilmour mengambil kesimpulan itu setelah mengunjungi kamp pengungsian Rohingya di Distrik Cox's Bazaar, Bangladesh.

Sekitar 700.000 orang Rohingya memilih untuk mengungsi di kamp Kutupalong sejak militer Myanmar memulai operasi pada 25 Agustus 2017.

''Saya tidak bisa menarik kesimpulan lain setelah melihat dan mendengar sendiri. Myanmar masih terus melanjutkan genosida ke etnis Rohingya,'' tegas Gilmour.

Dia membeberkan, bentuk pembersihan etnis yang dilakukan militer Myanmar tidak lagi melakukan pembunuhan massal, atau pemerkosaan seperti 2017.

Mereka, papar Gilmour, melalukan kekerasan tersebut melalui aksi teror, dan sengaja membiarkan orang Rohingya kelaparan.

''Aksi itu didesain agar orang Rohingya yang tersisa di Rakhine terpaksa meninggalkan kampung mereka, dan menyeberang ke Bangladesh,'' ujar Gilmour.

Setiap pekan, dilaporkan ada ratusan orang Rohingya yang menyeberangi perbatasan Myanmar dan Bangladesh demi menuju kamp pengungsian.

Gilmour melanjutkan, terdapat kontradiksi antara aksi yang dilakukan militer, dengan pernyataan yang didengungkan pemerintah.

Di satu sisi, pemerintahan Suu Kyi berusaha memberi tahu komunitas internasional bahwa mereka telah siap untuk menerima kembali Rohingya.

Namun, di sisi lain, militer terus berusaha untuk mengusir mereka dari kampung halaman sendiri.

Gilmour berkesimpulan wacana pemulangkan kembali Rohingya ke tempat tinggal mereka di Rakhine tidak bisa dilakukan saat ini.

''Proses repatriasi yang mengedepankan martabat, keselamatan, dan berkelanjutkan hampir mustahil dilakukan,'' ulas Gilmour.

Sementara itu, pada sebuah postingan di Facebook, wakil panglima militer Myanmar, Soe Win, menegaskan bahwa Rohingya bukan etnis yang diakui di Myanmar.***