PEKANBARU – Luas daratan Indonesia di daerah Riau terus mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan hilangnya 482 kilometer pantai yang ada di Bengkalis dan Kepulauan Meranti.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau Makmun Murod saat membuka sosialisasi percepatan rehabilitasi mangrove di Pekanbaru, Senin (26/12/2022) menyampaikan, bahwa hilangnya ekosistem mangrove di sejumlah kabupaten pesisir timur pulau Sumatra menyebabkan abrasi yang cukup kuat. Kondisi abrasi diantaranya terjadi di pesisir pantai Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

"Abrasi yang terjadi sudah menggerus ekosistem gambut yang ada. Berdasarkan data yang ada, seluas 482 Kilometer panjang pantai di Provinsi Riau terdampak abrasi. Bisa dibayangkan berapa luas kawasan daratan yang hilang akibat rusaknya ekosistem mangrove," kata Murod.

Diungkapkan dia, ekosistem mangrove di Provinsi Riau mengalami tekanan yang luar biasa. Pembalakan kayu bakau secara ilegal untuk industri barang, pondasi rumah dan kebutuhan manusia lainnya, menyebabkan degradasi ekosistem mangrove yang berdampak luas.

Menurutnya, formasi mangrove yang seharusnya menjadi barrier terhadap gelombang besar di Selat Malaka telah hilang. Tanah gambut yang rapuh di garis pantai tentu dengan mudah akan terkikis oleh gelombang.

"Bila hal ini terus dibiarkan, akan mempengaruhi kedaulatan negara dengan semakin menyempitnya luas pulau-pulau terluar yang dimiliki Indonesia, antara lain di Pulau Rangsang Meranti dan Kabupaten Bengkalis," lanjutnya.

Hal lain yang terjadi, jika terus dibiarkan adalah hilangnya pencarian masyarakat, akibat rusaknya kebun-kebun, baik itu berupa kebun kelapa, sagu dan sumber mata pencarian lainnya.

Oleh sebab itulah, Murod menekankan, bahwa rehabilitasi mangrove di Provinsi Riau tidak hanya bisa dilakukan dalam bentuk kegiatan penanaman mangrove saja. Namun, diperlukan pembangunan bangunan sipil teknis, yang berfungsi sebagai penahan atau pemecah gelombang.

"Teknis rekayasa tanaman juga perlu dilakukan karena substrat atau media tanam tidak lagi pasir berlumpur, tetapi sudah sampai pada formasi tanah gambut," jelasnya.

Tentunya rehabilitasi mangrove yang terdegradasi perlu diidentifikasi dengan baik agar optimal identifikasi ekosistemnya dan identifikasi peluangnya.

"Rehabilitasi mangrove harus dilakukan secara menyeluruh, baik dari aspek sosial, fungsi kawasan kepemilikan lahan, dan kesiapan masyarakat dari aspek ekologis. Dan harus rencanakan dengan kebutuhan masing-masing lokasi," ujarnya

Ia berharap, dengan program mangrove untuk ketahanan masyarakat di kawasan pesisir melalui program Indonesia's Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) mampu meningkatkan pengelolaan mangrove yang lebih baik lagi kedepannya.

"Meningkatkan ketahanan masyarakat positif, pendekatan pengelolaan landscape terpadu diharapkan mampu mencapai tujuan sosial ekonomi dan lingkungan di wilayah yang menjadi sasaran," harap Makmun Murod.

Selain itu, Murod berujar, dengan melakukan metode yang benar, penguatan pengelolaan pesisir melalui rehabilitasi, konservasi, dan pemanfaatan mangrove berkelanjutan sekaligus, dapat meningkatkan mata pencaharian masyarakat pesisir.

"Melalui sistem mangrove yang lestari tentu menjadi tujuan kita bersama agar mampu menjaga ketahanan iklim dunia," tutupnya. ***