JAKARTA - Komariyah alias Kokom mengakui, sebelum tewas, anaknya yang bernama Adinda Rizki, terdorong dan terinjak massa saat antre mendapatkan sembako gratis yang dibagikan Forum Untukmu Indonesia, di Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (28/4/2018).

Pengakuan Kokom ini berbeda dengan keterangan Kabid Humas Polda Metro Kombes Pol Argo Yuwono yang mengatakan, bahwa Rizki tidak ikut antre sembako.

Dikutip dari kumparan.com, Kokom masih lemas ketika mengingat putra keduanya telah tiada, Selas (1/5). Kokom mengatakan, dia terpaksa harus mengajak puteranya yang masih berusia 10 tahun tersebut saat mengantre sembako gratis di Monas, lantaran tidak ada yang menjaganya di rumah.

''Ya saya ajak, karena enggak ada yang jagain dia di rumah, selama ini 24 jam saya jagain terus si Rizki,'' ujar Komariyah, di kediamannya, RW 13, Pademangan Barat, Jakarta Utara pada Selasa.

Menurut Kokom, Adinda Rizki mengalami down syndrome, sehingga ia harus menjaganya secara intensif.

Pada saat itu, Komariyah berangkat dari Pademangan menuju Monas menggunakan bus yang sudah di pesan oleh pihak penyelenggara, pada pukul 09.00 WIB. Pada pukul 10.30 WIB mereka sampai di Monas dengan ribuan orang yang datang dari berbagai wilayah dari Jakarta dan sekitarnya.

''Ibu Kokom punya 3 kupon, kupon sembako, kupon makan, dan kupon bonus. Saat itu ibu Kokom mau tukar kupon makan terlebih dulu bersama dengan Rizki,'' ujar kuasa hukum Komariyah, Muhammad Fayyadh.

Saat itu, terlalu banyak massa yang mengantre, sehingga Ibu Kokom terdorong dari depan dan belakang. Hal tersebut menyebabkan Rizki terhimpit ia juga terjatuh dan sempat terinjak massa.

''Ibu Kokom kemudian menarik ke luar Rizki ke bawah pohon. Rizki saat itu sudah muntah-muntah dan kejang-kejang, Ibu Kokom mencari bantuan ke panitia, namun ia tidak mendapatkanya, lantaran sibuk,'' terang Fayyadh.

Akhirnya, datang beberapa personel TNI yang membawa Rizki dan Ibu Kokom ke tenda medis. Namun, karena perlengkapan tidak memadai, Rizki tidak mendapat pertolongan apa pun.

''Tidak ada Ambulans untuk segera membawa Rizki ke Rumah Sakit, akhirnya mereka memesan transportasi online untuk dibawa ke rumah sakit Tarakan pada pukul 13.30 WIB,'' tambah Fayyadh.

Sesampainya di RSUD Tarakan pada pukul 14.00 WIB, dokter segera memberikan penanganan medis. Namun, mereka sempat terganjal birokrasi, lantaran loket administrasi RSUD Tarakan yang melayani BPJS tutup.

''Pada pukul 19.00 WIB, Rizki dilarikan ke ruang PICU, dan diberikan perawatan di sana. Beberapa jam kemudian, menjelang azan Subuh (keesokan harinya), nyawanya tidak tertolong,'' tutur Fayyadh.

Kesulitan Komariyah tak berhenti sampai di situ, ketika mencari ambulans untuk mengantar jenazah pulang pun susah didapat. Akhirnya, didapatlah sebuah ambulans dari Partai Gerindra, yang mengantar jenazah sampai tempat peristirahatan terakhir Rizki di Bogor.

''Rizki dikebumikan di samping makam ayahnya, yang meninggal 8 bulan lalu,'' kata Fayyadh.

Ketika ditanyai mengenai penyebab kematian Rizki, Fayyadh tidak bisa menjelaskan. Pasalnya, pihak RSUD Tarakan tidak memberikan keterangan penyebab dalam surat keterangan kematian bocah malang tersebut.

''Kosong, mereka mengosongkan bagian tersebut,'' tutur Fayyadh.

Tak Ikut Antre

Sebelumnya pihak Polda Metro Jaya memastikan dua anak yang meninggal dunia pasca bagi-bagi sembako gratis di Monas itu, bukan peserta acara bagi-bagi sembako yang dilaksanakan Forum Untukmu Indonesia.

Dikutip dari liputan6.com, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono menyampaikan isu yang menyatakan dua anak ini meninggal karena mengantre sembako, keliru. ''Tidak benar,'' ujarnya di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (1/5/2018).

Ia menambahkan dua bocah itu ditemukan di luar pagar atau area Monas dan tidak dalam keadaan sedang mengantri pembagian sembako. ''Kita temukan di luar pagar tergeletak,'' kata Argo. ''Kita temukan tidak mengantre,'' tambahnya.

Polisi mendapat laporan pada 28 April sekitar pukul 15.00, ada anak laki-laki berumur 13 tahun pingsan di luar area Monas atau di seberang Mabes Angkatan Darat. Anak ini kemudian dibawa Satpol PP ke RS Tarakan.

''Setelah dicek di RS Tarakan masih hidup. Kemudian beberapa menit kemudian korban meninggal dunia,'' jelasnya.

Argo menambahkan anak tersebut meninggal karena suhu badan yang tinggi dan kekurangan cairan atau dehidrasi. Seorang anak lainnya yang meninggal dunia berumur 11 tahun. Ia meninggal dunia di RS Tarakan pada Minggu (29 April 2018) pada pukul 05.00 WIB.

''Setelah kita tanya dokter yang jaga, yang bersangkutan kekurangan cairan atau dehidrasi dan suhu badan tinggi. Menurut keterangan orang tua korban, korban ada keterbelakanagan mental,'' jelasnya. ***