PEKANBARU, GORIAU.COM - Membangun sebuah partai politik memang tidak semudah membina keluarga, sekalipun dengan sembilan isteri, seperti kisah Eyang Subur dan keluarganya. Sebanyak-banyaknya isteri, namun anak dan cucu, tidak bakal lebih dari 200 orang. Lebih dari itu, pantas dicurigai, anak siapai itu!!!

Karena Ziona Chana sekalipun, dengan 39 isterinya, hanya mampu 'menciptakan' 94 orang anak yang kemudian menghasilkan 33 cucu. Jika ditotal, jumlah keseluruhan anggota keluarga Chana yang dikenal sebagai pria dengan keluarga terbesar di dunia ini, masih sekitar 166 orang. Hahhh...!!!

Jangan terkejut dulu! Karena sebuah partai politik bahkan memiliki'keturunan' yang direkrut dari hasil pengkaderan jumlahnya bahkan bisa tak terhitung. Bisa ratusan dalam satu kecamatan, atau ribuan dalam satu kabupaten/kota, atau bahkan mencapai ratusan ribu bahkan jutaan kader jika dalam skala provinsi atau nasional.

Bingung? Namun itulah sebuah partai politik. Bayangkan saja, seorang Eyang Subur yang memiliki sembilan isteri, meski di 'kurung' dalam satu rumah, tetap saja kisah-kisah perselingkuhan diantara para isteri tak terelakkan.

Lantas, bagaimana pula kisah perselingkuhan dalam 'rumah tangga' politik. Kondisinya persis seperti yang ada dalam fikiran 'anda', lebih rumit dan lebih kejam dibandingkan kisah pengkhianat para pengikut Eyang Subur.

'Perselingkuhan' adalah hal yang biasa dalam dunia politik. Bahkan sang 'Ayah', selaku pemimpin pada partai tersebut, sesekali harus rela dikhianati oleh anak atas perekrutan kadernya.

Tidak selamanya, harta kekayaan selalu menjadi yang utama dalam membina dua keluarga berbeda 'alam' ini. Eyang Subur yang merujuk isteri-isterinya dengan emas dan berlian, pimpinan parpol bahkan memberikan 'sepenggal' lebih dari itu. Itu pun tidak cukup!

Harus disadari, bahwa harta, bahkan emas dan berlian sekalipun, hanyalah sebuah 'perangsang' dalam keharmonisan rumah tangga. Nikmat, namun hanya sesaat saja. Karena nafsu dan kepuasan para anak dan kader-kader sebenarnya berada pada sebuah tahta dimana orang tersebut berkuasa, terlepas dari beban perintah yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan dan harapan.

Samahalnya dengan Eyang Subur, pria berusia 70 tahun ini pun terus menambah pundi-pundi kekayaannya lewat para pengikutnya. Tujuannya, adalah agar lebih berkuasa.

Namun, setelah belasan tahun kenyamanan sang Subur 'dipupuk' begitu baik, akhirnya tergoyahkan dengan ulah para pengikutnya. Apakah ini suatu pengkhianatan? hanya Adi bing Slamet dan Arya Wiguna yang tahu. Demi Tuhan...!!!

Kisah panjang Eyang Subur dan sepenggal cerita tentang keluarga terbesar di dunia ini, samahalnya dengan histori kegalauan sang 'Ayah'.

Ayah yang selalu memupuk kekuatan politik bersama keluarganya. Ayah yang selalu menjaga keharmonisan bersama partainya. Namun pada kenyataan, harus rela dikhianati oleh seorang anak kandung yang lahir dari satu rahim penganut paham demokrasi.

Ayah...!!! Kini tinggal wajah-wajah mu yang terpampang dalam spanduk-spanduk dan baliho-baliho mini. Tersenyum, seakan merelakan anak mu menaiki perahu yang dahulu kamu bangun dengan sedemikian apik. (fzr)