JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi NasDem, Mayjen (Purn.) Supiadin Aries Saputra mengungkapkan, pentingnya jaminan perlindungan data pribadi bagi warga negara.

Hal itu, disampaikan Supiadin dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk 'Keamanan Privasi dalam RUU Perlindungan Data Pribadi' di Media Center MPR/DPR RI, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (02/07/2019).

"Secara mendasar, RUU ini perlu tetapi secara prosedural ini masih ada di Kementerian Kominfo. Jadi, kita di sini hanya sebatas apa yang kita pernah diskusikan dengan Kominfo," kata Supiadin.

Naskah RUU yang sebelumnya disepakati sebagai RUU inisiatif Pemerintah ini, ditegaskan Supiadin, juga belum diterima oleh Parlemen hingga saat ini.

"Sampai hari ini, Komisi I belum menerima RUU data pribadi, termasuk DPR juga belum menerima," tegasnya.

Pentingnya pengaturan soal perlindungan data pribadi ini, diilustrasikan Supiadin, munculnya berbagai pesan penawaran berbagai hal melalui telepon seluler dari pihak yang sebetulnya tidak dikenal pemilik nomor.

"Yang menjadi pertanyaan kita adalah, dari mana mereka tahu nomor kontak kita?" tukas Supiadin dilanjut dengan kisah ketika nomor pribadinya dihubungi orang tak dikenal dari Belanda.

Artinya, kata Supiadin, sampai hari ini masih terdapat kebocoran-kebocoran data pribadi. Padahal, Ia menjelaskan, "sekarang dengan nomor mobile phone kita, itu salah satu menjadi kunci dalam transaksi di bidang ekonomi, Bank. Kita kalau mau apa-apa (pakai, red) m-banking pakai nomor kontak, mau e-banking juga ditanya dulu nomornya,".

Sehingga, jika soal perlindungan data pribadi tidak terkontrol dengan baik dikhawatirkan terjadi keterbukaan data yang memicu munculnya kejahatan-kejahatan perbankan.

"Tiba-tiba uang kita hilang, tiba-tiba ada yang cari kita dan segala macam," kata Supiadin.

Hal senada juga disampaikan anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS, Dr. Sukamta. Ia mengemukakan, persoalan data pribadi adalah soal keamanan pribadi, soal politik, ekonomi, dan sosial.

Tapi, Sukamta mengatakan, diantara warga negara sendiri, kesadaran soal itu masih kurang atau "belum sadar sepenuhnya,".

Melalui media sosial, kata Sukamta, ada warga negara Indonesia yang mengunggah data pribadinya. "Bahkan kadang KTP-nya di foto yang di-posting, paspor di Foto di-posting, seolah-olah ini nggak ada masalah,".

Padahal, Sukamta menjelaskan, banyak kasus di luar negeri, dimana orang melakukan kejahatan serius karena kebocoran data tersebut.

"Ya misalnya operasi intelijen, melakukan operasi di satu negara pakai paspor orang lain. Ketahuan misalnya, kemarin ada pembunuhan politik, tokoh politik dibunuh di Timur Tengah. Identitasnya dari satu negara di Eropa, ternyata setelah di (selidiki, red) itu paspor yang hilang sekian bulan yang lalu," kisahnya.

Sukamta lantas mengungkap alasan lambannya proses RUU PDP yang sebetulnya sudah dimulai sejak 2016. Kala itu, DPR dan Pemerintah dalam hal ini Kominfo, menyepakati bahwa RUU PDP adalah inisiatif pemerintah.

"Ini sudah 3 tahun dan hampir habis masa periode ini tetapi belum juga muncul. Salah satu penjelasan yang kami dapat adalah ternyata di pemerintah sendiri yang belum sepakat. Salah satu yang belum sepakat secara krusial, menurut saya adalah yang kita dengar, apa yang dimasud dengan data pribadi dan data publik yang tidak pribadi,".***