JAKARTA- Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mengesahkan pandangan dan pendapat terhadap RUU Penyandang Disabilitas dan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN).

Pembahasan dan penyusunan pendapat ini dilakukan oleh Komite III DPD RI. Terkait RUU Penyandang Disabilitas, Wakil Ketua Komite III DPD RI, Charles Simaremare memaparkan perlunya persamaan kewajiban dan kepedulian antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN/D dan swasta dalam memenuhi kuota 2 persen pekerja disabilitas dari total jumlah pekerja. 

"Kewajiban harus dirumuskan dengan proporsional, khususnya menyangkut karakteristik pekerjaan, tingkat resiko dan keterampilan penyandang disabiltas. Selain itu, perlu ada rumusan yang memastikan persyaratan rekrutmennya tidak mempersulit penyandang disabilitas," ujar Charles saat membacakan laporan pelaksanaan tugas Komite III DPD RI dalam Sidang Paripurna Ke-9 DPD RI, Kamis (17/03/2016).

Selain itu, Komite III meminta penghapusan pasal yang mengatur mengenai Menteri Sosial sebagai pihak yang mengkoordinasikan tingkat nasional terkait penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

"DPD RI mengusulkan Kementerian Koordinator di Bidang Kesejahteraan Rakyat sebagai koordinator," katanya.

Untuk menyusun pandangan ini, Komite III menggelar rapat kerja dan rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah pihak, antara lain Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Pusat Pemilihan Umum Penyandang Disabilitas, Federasi Kesejahteraan Penyandang Cacat Tubuh Indonesia dan Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia.Sementara itu terkait dengan RUU PPILN, Charles menjelaskan pihaknya telah melakukan kunjungan ke Provinsi Aceh, Kalimantan Utara dan Nusa Tenggara Barat serta mengadakan rapat dengar pendapat umum dengan Migrant Care dan ILO Indonesia.

Komite III menilai perlu tambahan ketentuan yang mewajibkan pelaksana penempatan pekerja Indoensia di luar negeri maupun instansi pemerintah untuk melaporkan secara berkala mengenai status dan kondisi dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

"RUU PPILN juga belum mengatasi permasalahan TKI yang menyangkut pembiayaan dokumen. Kami mengusulkan, pembiayaan dokumen ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah pusat dan daerah," ungkap Charles.

Berkenaan dengan pembentukan Badan Nasional Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (BNPPILN), Komite III menilai pemerintah tidak perlu membentuk lembaga baru yang mandiri.

"Sebaiknya cukup Badan yang secara keorganisasian berada di bawah struktur kementerian tenaga kerja sehingga mampu menjalankan fungsi, tugas dan kewenangan samapai ke seluruh daerah," pungkasnya. ***