PADANG - Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) dinilai berpotensi mengalami krisis air bersih, bila mengacu pada peta daya dukung air bersih 2017. Kondisi ini bisa terjadi jika kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak dikelola dengan baik.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar, Uslaini mengatakan, selama ini yang menjadi ancaman kawasan DAS yakni pembukaan lahan secara ilegal untuk perkebunan sawit atau gambir.

"Jika hutan dikonversi lagi menjadi lahan tambang atau area perkebunan, daerah resapan air akan semakin berkurang," kata Uslaini dalam diskusi di Kota Padang, Sumbar, Kamis (29/11/2018) seperti dikutip dari iNews.id.

Menurut dia, mengacu pada peta daya dukung air bersih 2017, hanya 11 persen saja wilayah Sumbar yang memiliki kategori baik untuk tingkat ketersediaan air bersih, dan selebihnya sedang dan rendah.

Sementara itu, Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai dan Lingkungan Hidup Agam Kuantan mengklaim, sebanyak 16 DAS sudah dipulihkan kembali. Di mana sebelumnya kondisi di sana tergolong kritis.

"Penyebab DAS kritis itu ada macam-macam mulai dari faktor manusia hingga kondisi iklim", kata Kepala Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai dan Lingkungan Hidup Agam Kuantan, Nursida.

Menurut dia, dari 386 DAS yang dikelola, secara umum kondisinya pendek dan topografi curam serta curah hujan yang tinggi sehingga berpotensi banjir dan longsor.

"Karena DAS pendek kalau pengelolaannya tidak berbasis lingkungan amat rentan terhadap longsor dan banjir," ujar dia.

Ia menyampaikan, sebagian besar penyebab kritis DAS adalah faktor manusia seperti membuka lahan di hulu hingga membuka lahan di lereng tanpa terasering.

Nursida berharap, masyarakat berpartisipasi aktif dalam pengelolaan daerah aliran sungai dan menjaga lingkungan supaya tidak rusak. Bisa dimulai lewat hal kecil, seperti tidak membuang sampah ke sungai, menanam pohon di daerah yang masih terbuka dan tidak menebang hutan sembarangan.***