PEKANBARU - Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau menggelar sidang kasus dugaan korupsi PMK TIK (E-Learning) untuk 48 Sekolah Dasar di Kabupaten Siak, dengan terdakwa Sofyan, Selasa (23/2/2016) siang. Pada sidang ini, Kepala Dinas Kabupaten Siak, Kadri Yafis yang dihadirkan sebagai saksi berkilah tidak pernah meneken proposal.

Meski telah diperlihatkan sejumlah proposal yang di dalamnya tertera tandatangan yang diduga diteken olehnya, Kadri Yafis tetap berkilah tidak menandatangani proposal terkait pengadaan peralatan Peningkatan Mutu Pembelajaran TIK (E-Learning) untuk 48 Sekolah Dasar di Kabupaten Siak.

"Bagaimana bisa 48 SD yang mendapat batuan ini," tanya JPU Iwan Roy Charles dari Kejaksaan Negeri Siak Sri Indrapura, kepada Kadri Yafis. "Saya tidak tahu," jawabnya. Selain itu saksi juga mengaku tidak tahu bagaimana proses seleksi pemilihan 48 SD itu. Hal serupa juga terjadi saat ditanya apakah ada proses penyeleksian.

Kadri menjelaskan, dirinya pernah mengumpulkan sejumlah kepala sekolah untuk memastikan SD mana yang memperoleh bantuan tersebut, pada Juni 2015. "Ada ditanyakan apa permasalahannya (dalam perkara ini,red)," tanya JPU Iwan Roy. "Tak ada, soalnya pertemuan hanya 15-20 menit. Cuma ingin tahu siapa-siapa Kepala SD tersebut," jelasnya.

JPU yang terus mengejar pembuktian terkait proses pengusulan proposal pihak-pihak yang mendapatkan bantuan, sedikit mengalami hambatan, lantaran saksi terus menjawab tidak tahu, termasuk siapa pihak yang mengusulkan proposal-proposal tersebut.

"Apa terdakwa (Sofyan,red) pernah melaporkan ke bapak (Kadri Yafis,red)," cecar JPU lebih lanjut. "Tidak pernah juga. Tidak ada melapor, baik tertulis maupun lisan," sambungnya. "Lalu apa ada meneken proposal pengajuan E-Learning dari sejumlah SD," tanya Iwan. "Seingat saya tidak pernah (meneken proposal E-Learning,red)," sebut dia.

Hal tersebut langsung dibantah terdakwa Sofyan, selaku mantan Kabid SD Disdik Siak. Menurutnya, dia pernah melapor ke Kadri Yafis selaku Kadisdik Siak. "Begitu saya menerima surat, saya langsung melapor ke Kadis. Saya bekerja atas perintah Kadis," bantah Sofyan, saat majelis hakim yang diketuai Amin Ismanto menanggapi keterangan Kadri Yafis.

Selanjutnya, Sofyan menerangkan kalau Kadri Yafis ikut meneken usulan proposal. "Seingat saya tidak pernah, kalau ada silahkan dibuktikan," bantah Kadri. Mendengar ini, JPU lantas memperlihatkan beberapa proposal usulan pengajuan terkait E-Learning tersebut, di mana dalamya tertera tandatangan Kadri Yafis selaku Kadisdik Siak.

"Proposal E-Learning ada gak," tanya Hakim Ketua Amin Ismanto. "Semua proposal yang masuk saya teken. Tapi saya tidak tahu apa soal E-Learning apa tidak. Tapi, seingat saya tidak pernah," ungkapnya lagi.

Selain Kadri Yafis, JPU juga menghadirkan saksi lain dari Kepala SD di Siak dan staf di Disdik Siak. Selain Sofyan, penyidik Polres Siak juga menetapkan seorang tersangka lagi, yakni Indera Syahril merupakan Direktur CV Asa Andira selaku rekanan dalam kegiatan tersebut.

Untuk diketahui, kasus ini berawal saat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional mengadakan kegiatan bantuan pembelajaran secara elektronik (E-Learning) tahun 2015 lalu. Program tersebut untuk 48 SD di Siak, dengan anggaran mencapai Rp2,5 miliar.

Anggaran itu diserahkan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Siak melalui Kepala Bidang SD, yang saat itu dijabat oleh Sofyan. Proyek itu dilelang tahun 2014 dimenangkan oleh Indera Syahril dari CV Asa Andira.

Namun saat pengadaan berlangsung, ditemukan pembelian yang diduga dimark up. Polisi menduga, yang melakukan mark up adalah Indera Syahril, sedangkan Sofyan disinyalir mengetahui perbuatan itu. Adapun perkara korupsi tersebut telah merugikan negara sebesar Rp763.905.472. ***