JAKARTA – Pengakuan Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo, bahwa dirinya dilecehkan Brigadir J dalam kamar di rumahnya pada Jumat sore, 8 Juli 2022 lalu, ternyata kebohongan besar.

Buktinya, Tim khusus (Timsus) Polri resmi menghentikan penanganan perkara dugaan pelecehan seks dan percobaan pembunuhan terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

Dikutip dari Kompas.com, penyidikan terhadap dua kasus dengan terlapor Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J itu dihentikan lantaran tidak ditemukan peristiwa pidana di dalamnya.

''Kita hentikan penyidikannya karena tidak ditemukan peristiwa pidana. Bukan merupakan peristiwa pidana,'' ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Andi Rian Djajadi dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/8/2022).

Untuk laporan mengenai pelecehan, Putri sendiri yang membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan. Kala itu, Putri melaporkan peristiwa dugaan pelecehan yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap dirinya pada hari Jumat (8/7/2022) sekitar pukul 17.00 WIB. Lokasi pelecehan terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.

Namun, beberapa hari lalu, Polri memastikan peristiwa pelecehan yang diduga dilakukan oleh Brigadir J di Duren Tiga itu tidak pernah ada.

Usut punya usut, pelaporan yang dilakukan Putri itu diduga hanya untuk menghalangi penyidikan pembunuhan berencana Brigadir J.

Halangi Penyidikan

Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan, pelaporan yang dilakukan Putri Candrawathi terhadap Brigadir J hanya untuk menghalangi penyidikan.

Begitu juga laporan yang menyebutkan terjadi percobaan pembunuhan terhadap Bharada Richard Eliezer (Bharada E) dengan pelaku Brigadir J.

''Kita anggap dua laporan polisi ini menjadi satu bagian yang masuk dalam kategori obstruction of justice. Ini bagian dari upaya untuk menghalangi-halangi pengungkapan dari kasus 340 (pembunuhan berencana),'' ujar Andi.

Sebenarnya kedua kasus tersebut sudah dinaikkan ke tahap penyidikan. Namun, Andi menyatakan, dua kasus tersebut tidak terbukti kebenarannya.

Brigadir J di Taman

Terpisah, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto mengungkapkan, Brigadir J sedang berada di taman pekarangan depan rumah dinas Sambo di hari Jumat naas itu.

Brigadir J baru masuk ke dalam rumah saat dipanggil Sambo.

Hal itulah yang juga mendasari Bareskrim menyetop dua laporan polisi (LP) terhadap Brigadir J.

''Semua saksi kejadian menyatakan Brigadir Yoshua tidak berada di dalam rumah. Tapi di taman pekarangan depan rumah,'' ujar Agus kepada Kompas.com, Jumat.

Putri Bisa Dipidana

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebutkan, laporan dugaan pelecehan seksual yang diajukan Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, bisa berubah menjadi proses pidana kepada Putri.

Perubahan tersebut bisa saja terjadi jika peristiwa pelecehan tidak benar-benar ada. Dengan kata lain, Putri memberikan laporan palsu kepada Polres Jakarta Selatan terkait insiden pelecehan tersebut.

''Penghentian jika karena tidak ada peristiwanya, maka harus dianggap tidak ada penyidikan. Jadi bukan SP3. Laporannya dapat dikualifikasi sebagai laporan palsu yang juga dapat diproses secara pidana,'' ucap Abdul Fickar Hadjar kepada Kompas.com, Sabtu (13/8/2022).

Abdul menuturkan, pelapor bisa saja dijerat dengan Pasal 220 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 220 KUHP itu berbunyi: barangsiapa yang memberitahukan atau mengadukan bahwa ada terjadi sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, sedang ia tahu, bahwa perbuatan itu sebenarnya tidak ada, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan.

''Ya kalau kejadiannya tidak ada, artinya laporannya palsu, ya. Obstruction of justice. Pasal pidananya Pasal 220 KUHP,'' jelas Abdul.

Apalagi polisi sudah menghentikan dua laporan dalam kasus Brigadir J karena masuk dalam kategori obstraction of justice, atau bagian dari upaya untuk menghalang-halangi pengungkapan kasus Brigadir J.

Satu di antara dua laporan itu adalah laporan pelecehan seksual yang diungkap Putri.

''Menurut saya sebuah laporan atau penyidikan dihentikan (SP3) karena 3 hal, peristiwanya bukan pidana, alat buktinya kurang, demi hukum tindak pidananya kedaluarsa, Ne Bis In Idem,'' ucap Abdul.

Bertambah 4 Orang

Terbaru, Polri menyatakan jumlah oknum polisi yang ditempatkan di tempat khusus karena melanggar etik kasus Brigadir J bertambah empat orang.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan, jumlahnya kini menjadi 16 orang.

Jumlahnya bertambah setelah Inspektorat Khusus (Irsus) melakukan pemeriksaan kepada empat personel tersebut. Mereka terdiri dari 3 orang AKBP dan seorang Kompol.

''Hasil riksa dan gelar kemarin malam, ditetapkan 4 pamen PMJ (Polda Metro Jaya) menjalankan Patsus di Biro Provost Mabes Polri,'' ucap Dedi dalam keterangannya kepada media, Sabtu (13/8/2022).

Dedi merinci, 16 personel ditempatkan di dua lokasi berbeda. Sebagian ditempatkan di Mako Brimob, sementara sebagian lagi di Provos Mabes Polri.

''(Sebanyak) 6 orang di Mako (Brimob) dan 10 orang di Provos (Polri),'' ungkap Dedi.

30 Jaksa

Untuk menangani kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menunjuk 30 jaksa penuntut umum (JPU) untuk menangani kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.

Melansir Kompas.id, penunjukan 30 jaksa itu dilakukan menyusul telah diterimanya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, SPDP tersebut atas nama empat tersangka yakni mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan ART Sambo, Kuat Ma'ruf (KM).

Ketut menegaskan bahwa Kejagung akan bersikap profesional dalam mengusut perkara ini.

''Tentu dalam penanganan perkara apa pun jaksa penuntut umum tanpa diminta dan disuruh harus profesional,'' kata Ketut di Jakarta, Jumat (12/8/2022).***