SEBUAH pertanyaan dilontarkan seorang teman melalui pesan WhatsApp ke saya pasca memasuki minggu kelima penerapan social distancing di Indonesia.

Pernyatannya: Menurut Anda siapa yang mendorong teknologi digital bisa begitu cepat di Indonesia saat ini? Seorang CEO, CTO, COO, atau Covid-19? Dan ‘’pemakaian internet sekarang lebih ngelunjak faktanya. Saya merasakan bahwa pemakaian WiFi maupun internet biasa, jaringan tidak terlalu kencang bahkan lelet’’.

Mendapat pertanyaan itu, saya langsung membayangkan dan melihat kondisi sekarang, terutama saat wabah virus Corona (Covid-19). Saya menihat akselerator utama dari transformasi digital bergulir demikian kencang tak hanya di Indonesia, mungkin juga global selama pandemi.

Apalagi mahasiswa dan pelajar yang katanya belajar di rumah karena sosial distancing termasuk pegawai pemerintah dan swasta yang juga mengerjakan segala tugas dengan karantina.

Pembatasan social ternyata telah mendorong peningkatan penggunaan internet terkhusus video berlangganan (seperti Netflix dan YouTube), di mana trafik Netflix meningkat antara 54-75% pada beberapa kasus. Selanjutnya terdapat juga pertumbuhan 400% pada gaming.

Di Indonesia, Telkomsel mencatat lonjakan trafik komunikasi khususnya layanan broadband tertinggi mencapai yakni 16% sejak masyarakat dan pelaku industri mulai menjalankan himbauan dari pemerintah untuk beraktivitas dari rumah guna menekan penyebaran pandemi Covid 19.

Selain itu, pengguna aplikasi belajar berbasis daring (e-learning) seperti Ruang Guru, aplikasi yang tergabung dalam paket Ilmupedia, situs e-learning Kampus dan Google Classroom juga meningkat. Begitu pula pengguna layanan aplikasi penunjang kerja/meeting conference secara daring seperti Zoom, Microsoft Teams dan CloudX Telkomsel, termasuk komunikasi pesan instan (melalui Whatsapp, Line, dan Telegram) juga tumbuh lebih pesat penggunaanya

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pandemi Covid-19 berhasil mempercepat bahkan memaksa terjadinya transformasi bisnis makanan dan minuman serta aktivitas jual belinya dari tradisional menjadi online lewat prinsip digitalisasi.

Pasar tradisional pun mau tidak mau harus menjalankan tranformasi digital dimana barang dipesan melalui smartphone dan selanjutnya diikuti oleh pengantaran dengan mengirimkan pesanan belanjaan memanfaatkan ojek online. 

Singkatnya, pandemi Covid-19 telah mengajarkan kepada semua pihak untuk bagaimana beraktivitas secara online.

Jika dulu pekerja milenial sering mengatakan hanya butuh laptop dan cafe yang nyaman untuk bekerja, di mana selalu dibantah oleh perusahaan dengan isu keamanan, maka sekarang mau tidak mau kedua belah pihak menemukan kompromi dalam skema work from home

Hal yang sama juga terjadi di sektor pendidikan. Sejuta alasan tentang e-learning sulit dijalankan, ternyata bisa berjalan dalam kondisi "keterpaksaan" karena Covid-19.

Intinya, Teknologi Digital telah mendidik konsumen dengan cara-cara baru, mengembangkan layanan dan produk inovatif, menurunkan biaya, serta meningkatkan efisiensi waktu. Itu semua dipacu Covid 19.

* Penulis adalah mahasiswa Universitas Islam Riau.