JAKARTA, GORIAU.COM - Ketua Alumni Akademisi Migas Ibrahim Hasyim yang juga merupakan Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengibaratkan mafia migas seperti bisnis narkoba yang sistematis. Bisnis migas menghasilkan uang yang banyak, hingga para mafia itu tertarik untuk berkecimpung di dalamnya.

''Disitu banyak uangnya. Para mafia tentu tertarik,'' ujarnya, dalam diskusi bertajuk Reformasi Migas Bukan Basa-basi, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (6/12/2014).

Ibrahim Hasyim juga menilai persoalan mafia migas layaknya cerita Abu Nawas tentang 1.001 malam yang tak pernah ada habisnya. Masalah ini terus bergulir dan penangannya pun tak kunjung membuahkan hasil dalam mengungkap siapa dalang di balik permainan jual beli migas tersebut.

Menurutnya, meski pemerintah telah membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas untuk memburu mafia-mafia ini, mereka mesti memetakan secara jelas apa yang sebenarnya disebut sebagai mafia.

''Masyarakat banyak bertanya, apakah Aiptu Labora Sitorus (penimbun dan penggelembung BBM) di Papua termasuk? Penyelundupan di Batam termasuk? Rakyat kecil yang beli 10 liter di jeriken termasuk? Ini peta mesti jelas. Sehingga kita mengerti," katanya.

Dia mengatakan, di mana ada satu bisnis besar, memang selalu ada mafia. Karena di situ lah tempatnya mengambil keuntungan.

Sementara itu anggota Tim Tata Kelola Migas Fahmi Radi mengatakan salah satu faktor yang menyebabkan mafia migas hadir di Indonesia karena kebutuhan migas yang sangat besar tidak dibarengi dengan penyediaan infrastruktur yang memadai.

''Contohnya kilang minyak di Indonesia yang mayoritas sudah berusia tua,'' kata Fahmi di Jakarta, Sabtu (6/12/2014) .

Dipaparkan Fahmi, keterbatasan kilang minyak ini menghambat pengolahan minyak mentah, sehingga Indonesia sangat tergantung pada impor migas. Ini yang membuka peluang maraknya mafia migas untuk bergerak.

Karena itu, Ia mendesak untuk memutus rantai mafia migas ini dengan membangun kilang minyak baru.

''Kilang minyak kita sudah tua semua, selama 10 tahun terakhir kenapa kilang minyak tidak segera diperbaiki, kalau begitu jadinya kita banyak impor,'' tandasnya. ***