JAKARTA – Foto tangkapan layar yang menunjukkan sejumlah santri asal Indonesia berziarah dan berdoa di kuburan orientalis Christiaan Snouck Hurgronje di Leiden, Belanda, beredar di Facebook dan Twitter.

Dikutip dari Republika.co.id, tangkapan layar yang memperlihatkan empat orang sedang berdoa di depan makam Snouck tersebut diunggah akun Nur Ahmad.

Beberapa warganet geram menyikapi ulah mahasiswa sekaligus santri di makam agen Pemerintah Hindia Belanda saat menjajah Aceh itu.

''Ziarah ke makam Syaikh Abdul Ghaffar atau Christiaan Snouck Hurgronje (8 Februari 1857-26 Juni 1936) di Leiden bersama kawan-kawan sarkub,'' demikian keterangan Nur Ahmad yang tangkapan layar foto tersebut beredar luas di medsos, dikutip, Kamis (16/6/2022).

Sarkub adalah istilah yang akrab di kalangan santri untuk menyebut orang-orang yang hobi ziarah ke makam para wali atau tokoh penyebar agama Islam.

Tangkapan layar status tersebut sudah viral di berbagai kanal medsos. Di akun Facebook, status tersebut dikomentari ratusan orang yang mengecam tindakan santri yang dianggap menyakiti hati masyarakat Indonesia, khususnya Aceh.

Akun Twitter, @achehsultanate misalnya yang mengunggah foto itu, mendapat ratusan komentar yang mayoritas berisi kritikan dan kecaman atas ulah sebagian pelajar Indonesia yang sedang kuliah di Belanda.

Christiaan Snouck Hurgronje pernah mengaku sebagai Muslim hingga mendapatkan izin dari otoritas Ottoman Empire atau Kesultanan Utsmaniyah hingga bisa masuk ke kota suci Makkah pada 1885.

Sebagai orientalis, Snouck mampu membuat para ulama tak segan membimbingnya. Dia kemudian menjadi penasihat resmi Pemerintah Hindia Belanda untuk urusan kolonial. Snouck menulis lebih dari 1.400 makalah tentang situasi di Kesultanan Aceh dan posisi Islam di Hindia Belanda.

Dari berbagai analisis yang dibuatnya, Snouck membantu Belanda dalam Perang Aceh (1873-1913). Snouck yang merupakan akademisi Universitas Leiden menggunakan pengetahuannya tentang budaya Islam untuk merancang strategi yang secara signifikan untuk membantu Belanda menghancurkan perlawanan penduduk Aceh.

Belanda pun mampu mengakhiri perang 40 tahun dengan perkiraan korban sekitar 100 ribu penduduk Muslim Aceh tewas dan sekitar satu juta terluka. Kekalahan Aceh juga seiring dengan melemahnya Kesultanan Utsmaniyah, yang selama ini kerap memberi bantuan.***