SELATPANJANG - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Meranti, Dr. M Tartib SH, menyoroti dugaan adanya ratusan pegawai honorer fiktif di Pemkab Kepulauan Meranti.

Tartib juga mengatakan jika kepala daerah tidak konsisten terhadap kebijakan yang dibuat, dimana penambahan pegawai honorer masih saja dilakukan oleh beberapa OPD, padahal bupati sudah mewanti-wanti hal tersebut yakni melarang untuk merekrut lagi pegawai honorer karena dinilai membebani keuangan daerah.

Persoalan ini buntut dari adanya pengurangan tenaga honorer di Sekretariat DPRD sebanyak 55 orang, hal itu diakibatkan membeludaknya pegawai honorer atau Tenaga Harian Lepas (THL) yang bekerja disana.

"Kepala daerah tidak konsisten terhadap kebijakan yang menyebutkan tidak ada penambahan honorer lagi, tapi ini kok malah ada yang baru. Bupati bilang tidak ada penambahan, kok kepala OPD seperti ini. Bahkan kita dapat info ada pegawai honorer fiktif, dimana SK nya ada namun dia tidak pernah masuk kantor karena berada diluar kota dengan alasan nota dinas, inikan temuan," kata Tartib, Senin (6/1/2020).

Bahkan, Tartib membeberkan ada sebanyak 20 persen pegawai honorer fiktif dari total yang ada. Artinya ada sebanyak 8 ratusan yang tidak masuk kantor, namun menerima gaji setiap bulannya.

"Kalau bisa dikatakan jumlahnya ada 20 persen yang merupakan honorer fiktif. Datanya ada, mereka diberi SK, namun statusnya ada yang masih mahasiswa, malahan ada yang merupakan anak pejabat dan berkedudukan di Pekanbaru. Kalau pun ada nota dinas, urgensinya apa dan dasar hukumnya apa," kata Tartib mempertanyakan.

Politisi Gerindra ini menilai jika kebijakan itu sangat tidak elegan. Dan dia juga mengatakan jika tidak ada bedanya antara legislatif dan eksekutif, karena sama-sama menggunakan APBD dalam setiap kegiatan.

"Ini kebijakan yang tidak elegan menurut saya. Saya menyoroti ini karena kita itu sama dan harus juga diberlakukan sama. Tak ada beda dan istimewa antara di eksekutif dan legislatif semuanya sama, kita digaji dengan uang masyarakat, jika ini yang terjadi ini sama dengan menzalimi masyarakat, uang kita minim hari ini, saya prihatin sekali dengan kondisi hari ini. Jika disini adanya pengurangan seharusnya disana jangan dilakukan penambahan dan kita mendorong bupati jika pengurangan itu atas dasar membebani keuangan daerah," ujar Tartib.

Dikatakan Tartib, seharusnya yang perlu dilakukan pengurangan itu adalah terhadap pegawai honorer fiktif yang tidak jelas keberadaannya, bukan terhadap pegawai yang sering masuk kantor.

"Kalau misalnya harus ada pengurangan, yang perlu dilakukan itu adalah terhadap mereka yang tidak jelas kerjaannya dan tidak pernah masuk dan berdomisili diluar, bukan terhadap mereka yang rajin masuk dan bekerja dengan baik. Intinya yang fiktif itu harus diberhentikan, jangan yang aktif," ujarnya.

Tartib juga meminta jika sistem perekrutan harus ada standarnya sehingga tidak ada kesan ada titipan pejabat dan anggota DPRD.

"Sistem perekrutan harus profesional dan harus ada standarnya, dan yang punya itu di pemerintahan. Saya tidak menyerang personal, tapi ini adalah persoalan kebijakan yang perlu diambil," kata Tartib.

Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian (BKD) Kabupaten Kepulauan Meranti, Alizar S.Sos, melalui Sekretarisnya, Bakharuddin M.Pd, ketika dikonfirmasi sejumlah awak media mengatakan jika ada pengurangan tenaga Honorer, itu sepenuhnya kebijakan dan pertimbangan dari OPD masing-masing.

"Dari pimpinan tidak ada instruksi terkait Honorer, kalau ada itu kebijakan dan pertimbangan masing-masing OPD. Untuk saat ini jumlah honorer diseluruh OPD yang terdata di Badan Kepegawaian Daerah total 4.337 orang honorer," ungkapnya.***