JAKARTA - DPR RI dan masyarakat luas diminta untuk bersama-sama melakukan evaluasi dan monitoring atas kinerja BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji). Pasalnya, usulan kenaikan ongkos haji tahun 2023 tidak lepas dari kinerja BPKH.

Terbukti, salah satu alasan yang disampaikan terkait kenaikan tersebut adalah kesinambungan dan keadilan penggunaan nilai manfaat yang dikelola BPKH. Demikian diungkapkan Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay melalui pesan Whatsapp kepada GoNews.co, Rabu (25/1/2023).

"Katanya, kalau nilai manfaat terus dipakai, maka dananya akan cepat tergerus untuk membiayai jamaah yang berangkat tahun ini dan beberapa tahun ke depan. Akibatnya, tidak adil bagi jemaah selanjutnya yang harus bayar 100 persen," ujarnya.

Terkait hal itu kata Saleh, kinerja dan kontribusi BPKH dalam mengelola keuangan haji layak dipertanyakan. Mestinya kata Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah itu, BPKH tidak hanya menghitung pengeluaran, tetapi pemasukan. Kalau pengelolaan dana jamaahnya benar, mestinya nilai manfaatnya akan cepat bertambah dan naik juga. Kalau nilai manfaatnya bertambah dan naik, masalah kesinambungan dan keadilan yang diutarakan tidak perlu dipersoalkan.

"Jujur saja, saya belum melihat prestasi BPKH dalam meningkatkan nilai manfaat dana haji. Perbandingan biaya haji tahun-tahun sebelumnya yang disampaikan ke publik justru terkesan hanya sebagai pernyataan retoris untuk menjustifikasi kenaikan Bipih (biaya perjalanan ibadah haji)," tegasnya.

Jika teliti, kehadiran BPKH kata Dia, justru lebih cepat menggerus nilai manfaat keuangan haji. Sebab, biaya operasional dan gaji BPKH diambil dari nilai manfaat. Sebelum ada BPKH, tidak ada biaya operasional dan gaji yang nilainya cukup besar tersebut.

"Publik dan calon jamaah haji harus tahu bahwa biaya operasional BPKH menurut PP No. 5/2018 adalah maksimal 5 persen dari perolehan nilai manfaat tahun sebelumnya. Untuk tahun 2023, sudah ditetapkan besarannya adalah 386,9 miliar. Kalau dibagi dengan 203.320 calon jamaah, itu sama dengan 1,9 juta rupiah per jamaah," tandasnya.

"Ini kan luar biasa. Jamaah harus berkontribusi 1,9 juta untuk mengelola dana mereka. Sementara, kinerja BPKH untuk menaikkan nilai manfaat tidak signifikan. Sekarang malah, BPKH ikut bersuara agar ada kenaikan ongkos haji. Ini sangat ironis dan malah cenderung tidak adil".

"Jamaah haji reguler itu adalah jamaah haji yang kemampuan ekonominya menengah ke bawah. Ada yang petani, nelayan, buruh, honor, pedagang, dan lain-lain. Untuk berangkat haji, mereka sudah menabung bertahun-tahun. Belum lagi, mereka harus menunggu antrean puluhan tahun. Nah, kalau diminta membayar Bipih (ongkos haji) sebesar 69 juta, apa itu adil? Bukankah jamaah tahun-tahun sebelumnya juga telah menggunakan nilai manfaat dari simpanan mereka?," pungkas Anggota DPR RI dari Dapil Sumut II itu.***