BEIJING -- Rezim China yang dikendalikan Partai Komunis China (PKC) dilaporkan mendoktrinasi siswa sekolah guna membenci Tuhan dan memuja penguasa komunis negara itu, Xi Jinping.

Dikutip dari Sindonews.com yang melansir Faithwire CBN, di bawah regulasi rezim komunis tentang Urusan Agama, anak sekolah telah dilatih selama bertahun-tahun untuk melaporkan setiap anggota keluarga yang mendukung pandangan Kristen.

Laporan terbaru dari Epoch Times yang diterbitkan 8 Februari 2021 menyebutkan bahwa PKC meningkatkan upayanya untuk 'merawat' kaum muda di China agar memiliki 'ide dan pemikiran yang benar' yang berlabuh dalam ateisme.

Seorang ibu beragama Kristen, yang berbicara dalam kondisi anonim, mengatakan bahwa anaknya tampak bertindak berbeda setelah bersekolah.

''Sebelum mulai sekolah, saya memberi tahu anak saya tentang ciptaan Tuhan, dan dia memercayainya. Tapi setelah diajar di sekolah, anak saya seperti orang yang berbeda. Di China yang ateis, anak-anak yang murni dan polos ini telah diajari untuk membenci Tuhan,'' katanya.

Dalam satu kasus, seorang anak menemukan buklet Kristen di rumahnya dan menjadi cemas karena gurunya memperingatkan; ''Kekristenan adalah xie jiao atau sekte jahat.''

Anak-anak diberikan buku teks berjudul ''Moralitas dan Masyarakat'' yang berbicara lebih banyak tentang xie jiao.

CBN News sebelumnya melaporkan bahwa PKC berusaha untuk menghilangkan komunitas kepercayaan karena dianggap sebagai ancaman bagi rezim Xi Jinping. Ada lebih banyak orang Kristen di China daripada anggota Partai Komunis, dan kenyataan ini tidak sesuai dengan partai. Jadi materi agama telah diklasifikasikan sebagai barang selundupan.

Presiden Xi Jinping telah memerintahkan bahwa semua agama harus 'Sinicize' atau 'China-isasi' untuk memastikan bahwa mereka setia kepada partai.

Sebuah kalender agama telah dihapus dari satu rumah tangga Kristen dan diganti dengan poster bertuliskan; ''Bersyukurlah kepada Partai, patuhi dan ikuti Partai.''

Beberapa serangan anti-Kristen lebih terbuka untuk umum. Misalnya, ratusan salib dipindahkan dari gedung gereja di satu provinsi selama empat bulan.

''Saat salib disingkirkan di seluruh negeri, mereka yang menolak untuk bekerja sama akan dituduh menentang Partai Komunis,'' kata seorang warga Kristen yang menolak diidentifikasi.

''Kami ditekan untuk melepaskan keyakinan kami, tapi kami akan bertahan,'' tegasnya.

Kamera pengintai bahkan telah dipasang di dalam gereja. Ibadah hanya dapat dipimpin oleh pendeta yang disetujui pemerintah, dan keuangan gereja dikendalikan oleh pemerintah.

Pemerintah China maupun pihak PKC belum berkomentar atas laporan tersebut.

China berada di peringkat ke-17 pada 'Open Doors '2021 World Watch List' dari negara-negara di mana orang Kristen paling menderita akibat penganiayaan.***