JAKARTA -- Para petani garam di Indonesia kesulitan menjual garam hasil produksinya. Ironisnya, pemerintah tetap memutuskan akan melakukan impor garam tahun 2021 ini.

Dikutip dari Kompas.com, Muhsin (72), petani garam asal Dusun Menco, Desa Berahan Wetan, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mengaku, dari hari ke hari proses produksi garam terasa makin memberatkan akibat harga garam lokal yang terus merosot tajam.

Menurutnya, penurunan harga jual garam diduga adanya garam impor yang terus masuk ke Indonesia, ditambah lagi adanya pandemi Covid-19.

''Beberapa tahun yang lalu harga garam pernah mencapai Rp125.000 per sak. Sekarang kalau panen raya saat puncak musim kemarau harganya hanya Rp15.000 per sak,'' ungkapnya Senin (15/3/2021), saat diwawancarai Kompas.com.

Lelaki tua yang memiliki 1 hektare lahan pembuatan garam yang ditemui saat mengeringkan lahan tambak sebagai proses awal pembuatan garam mengatakan, jika saat ini di gudang miliknya masih ada timbunan garam sebanyak 2.000 sak.

Ribuan sak garam tersebut sudah menghuni tempat penyimpanan sejak tiga tahun silam.

''Belum ada pembeli, apalagi ini musim corona. Harganya juga belum cocok. Tidak sesuai dengan ongkos angkutnya,'' terang Muhsin.

Berdasarkan data yang dihimpun, saat ini harga garam di tingkat lokal Demak hanya berada pada kisaran Rp25.000 – Rp30.000 per sak yang berisi 40 kilogram garam.

Padahal ongkos angkut dari gudang menuju mobil pengangkut per sak nya Rp 5.000. Belum lagi ongkos proses pengeringan hingga pengepakan dari lahan ke dalam sak juga sudah mahal.

Dalam setahun, para petani garam hanya satu kali panen saja dan selama 30 hari bekerja, setiap hektarnya menghasilkan lebih dari seribu sak garam.

''Lha, kalau jadi ada impor garam, apa nanti garam kita tambah nggak laku?'' tanya Muhsin dengan wajah yang muram.

Putuskan Impor Garam

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan untuk masalah impor garam, telah diputuskan dalam rapat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi beberapa waktu lalu.

''Impor garam sudah diputuskan melalui rapat Menko (Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi),'' kata Trenggono dilansir dari Antara, Senin (15/3/2021).

Menurut dia, saat ini masih menunggu data terkait kebutuhan garam di Indonesia, karena ketika sudah didapati kekurangannya, maka itu yang akan di impor.

Impor garam yang dilakukan juga sesuai neraca perdagangan, sehingga kebutuhan garam dalam negeri itu bisa terpenuhi.

''Nanti misalnya kekurangannya berapa, itu baru bisa diimpor, kita menunggu itu. Karena itu sudah masuk dalam undang-undang cipta kerja,'' ujar Trenggono.

Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono mengatakan akan mengawasi impor garam yang dilakukan pemerintah, agar kebijakan itu tidak memberatkan pada para petambak garam rakyat.

''Kita akan awasi betul, bagaimana impor garam ini tidak berimbas kepada garam konsumsi yang selama ini cukup dipasok oleh garam lokal,'' kata Ono.

Dia menambahkan persoalan garam di Indonesia ini tidak kunjung selesai, karena adanya perbedaan data antara Kementerian Perdagangan dan juga KKP.

Seharusnya lanjut Ono, pemerintah bisa mengetahui kebutuhan yang sesungguhnya, mana yang bisa dipasok garam lokal dan mana yang industri. ''Impor ini terkait neraca garam, di mana antara Kementerian Perikanan (KKP) dan Kementerian Perdagangan selalu berbeda,'' kata dia.

Kebutuhan Nasional

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam menuturkan, tidak menutup kemungkinan bahwa kebutuhan garam akan terus meningkat setiap tahun.

''Dari total 4,6 juta ton kebutuhan garam nasional tersebut, sebanyak 2,4 juta ton atau 53 persen merupakan kebutuhan untuk sektor chlor alkali plant (CAP) yang meliputi industri petrokimia, pulp dan kertas,'' kata Khayam dalam keterangannya.

Dia menuturkan, agar garam lokal dapat terserap oleh sektor industri, diperlukan perbaikan kuantitas, kualitas, kontinuitas pasokan dan kepastian harga bagi industri.

Karena itu pemerintah terus mendorong peningkatan kualitas garam produksi dalam negeri dengan perbaikan metode produksi serta penerapan teknologi, baik di lahan maupun di industri pengolah garam.

''BPPT di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi telah mencanangkan beberapa program untuk dapat meningkatkan pemanfaatan garam lokal oleh sektor industri, termasuk industri CAP, yaitu dengan rencana pembangunan pilot plan implementasi teknologi garam tanpa lahan atau garam dari rejected brine PLTU di PLTU Suralaya,'' kata dia.

Sementara itu, sejak tahun 2018, Kemenperin telah memfasilitasi kerja sama antara industri pengolahan garam dengan petani garam melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) penyerapan garam lokal.

Adapun realisasi untuk periode Agustus 2019-Juli 2020 mencapai 95 persen dari target 1,1 juta ton.

Tahun 2021 ini, Kemenperin juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait data stok garam lokal saat ini, yang sebagian besar terdapat di 8 lokasi sentra, yaitu Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Bima.

Berdasarkan data dari KKP tersebut, Kemenperin akan mengawal penyerapan stok garam lokal oleh industri pengolah garam di bawah koordinasi Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI).

''Kami bertekad untuk terus mengoptimalkan penyerapan garam lokal di tahun 2021 ini, serta dapat mencari solusi terbaik dalam memperlancar proses penyerapan garam lokal oleh industri,'' ujar Khayam.***