JAKARTA - Ribuan massa perangkat desa membanjiri jalanan depan Gedung DPR pada Rabu (25/1/2024) pagi dalam aksi demonstrasi.

Dalam keterangan tertulisnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (DPN PPDI) Widhi Hartono mengatakan, demonstrasi ini untuk mendukung penuh revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Adapun sebelumnya, aksi seperti ini dilakukan oleh massa kepala desa yang menuntut Revisi UU Desa pada 17 Januari. Oleh karena itu, sebagai bagian dari pelaksana pemerintahan desa selaian Kepala Desa, BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan Perangkat Desa, Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia juga melakukan aksi ke DPR dengan menurunkan 15.000 orang.

Dia menambahkan, aksi demonstrasi ini juga untuk merespons pertemuan konsultasi dan penyampaian aspirasi ke Pemerintah yaitu Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada Selasa, 24 Januari 2023. Adapun aksi ini membawa 6 gugatan dan tuntutan perangkat desa, yaitu:

1. DPN PPDI mendukung penuh usulan untuk Revisi UU NO 6 tahun 2014 Tentang Desa dan menuntut DPR serta Pemerintah merealisasikannya sebelum Pemilu 2024.

2. DPN PPDI menuntut pengakuan yang jelas perangkat desa dengan status ASN (Aparatur Sipil Negara) atau P3K/PPPK (Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja). PPDI Tetap menghormati posisi sebagaimana amanat UU NO 6 Tahun 2014.

3. DPN PPDI menuntut gaji perangkat desa bersumber dari APBN melalui Dana Alokasi Desa yang tercantum khusus, bukan bersumber dari pertimbangan Kabupaten yaitu Alokasi Dana Desa sehingga memiliki kendala penghitungan di setiap daerah, termasuk penggajian masuk dalam ranah politik daerah.

4. DPN PPDI menuntut memiliki dana purna tugas setelah berhenti menjabat yang dihitung berdasarkan masa pengabdian.

5. DPN PPDI menuntut Dana Desa berjumlah sebesar 15 persen dari APBN atau sekitar 250 milliar per tahun digelontorkan untuk pembangunan Desa. Dana desa jauh lebih bermanfaat bagi pembangunan ekonomi desa dan kesejahteraan desa. Dana desa jauh di bawah dana bansos sebesar Rp 380 triliun yang dianggarkan negara setiap tahun.

6. DPN PPDI menuntut Presiden mengevaluasi Menteri Desa sebab dianggap tidak memiliki kemampuan dan kecakapan menerjemahkan UU Desa. Menteri Desa kurang dalam kemampuan komunikasi terhadap stakeholder utama pembangunan desa yaitu kepala desa, BPD dan perangkat desa.

Mendes hanya menganggap organ penting pembangunan desa adalah pendamping desa, yang statusnya tidak ada dalam UU Desa, tapi sangat diperhatikan, mulai dari diurus menjadi PPPK, pendamping desa diusulkan memiliki asuransi pendamping, adanya Hari Bakti Pendamping Desa, yang sesungguhnya kontribusinya dalam pembangunan desa tidak signifikan dan tidak memiliki pengaruh langsung dalam percepatan pembangunan desa.***