JAKARTA – Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua alias Brigadir J, Johnson Panjaitan menyebutkan, Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan melarang keluarga membuka peti jenazah Brigadir Yoshua.

''Karo Paminal itu harus diganti karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk (tidak) membuka peti mayat,'' kata Johnson, Selasa (19/7/2022), seperti dikutip dari Liputan6.com.

Johnson menilai tindakan Brigjen Hendra Kurniawan melanggar prinsip keadilan untuk keluarga Brigadir Yosua dan melanggar hukum adat yang diyakini keluarga korban.

''Menurut saya itu (pencopotan) harus dilakukan,'' katanya.

Sambung Johnson, Brigjen Hendra berlaku tidak sopan kepada pihak keluarga almarhum Brigadir Yoshua, dengan melakukan intimidasi dan memojokan keluarga korban.

Perilaku Brigjen Hendra menurut Johnson tidak sopan kepada keluarga mendiang karena melakukan intimidasi dan memojokkan.

''Sampai memerintah untuk tidak boleh memfoto, tidak boleh merekam, tidak boleh pegang HP, masuk ke rumah tanpa izin langsung menutup pintu dan itu tidak mencerminkan perilaku Polri sebagai pelindung, pengayom masyarakat,'' katanya.

Johnson menyayangkan tindakan yang dilakukan Hendra Kurniawan kepada pihak keluarga Brigadir Yoshua. Dia menyebut, harusnya Karo Paminal membina mental Polri, namun yang dilakukannya malah justru mengintimidasi orang yang sedang berduka.

Melapor ke Bareskrim

Sebelumnya, Senin, tim kuasa hukum keluarga Brigadir Yoshua resmi membuat laporan polisi ke Bareskrim Mabes Polri, terkait dugaan tindak pidana pembunuhan berencana. Laporan tersebut tercatat dengan Nomor: LP/B/0386/VII/2022/SPKT/Bareskrim Polri, tertanggal 18 Juli 2022.

''Laporan telah diterima yaitu laporan dugaan tentang tindak pidana pembunuhan berencana, sebagaimana dimaksudkan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 338 tentang pembunuhan dan juncto penganiayaan berat yang menyebabkan matinya orang lain Pasal 351 ayat (3), tiga pasal itu dulu yang laporannya diterima,'' kata Kamaruddin Simanjutan, koordinator tim kuasa hukum keluarga Brigadir Joshua ditemui di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin.

Dalam laporan tersebut, tim kuasa hukum menyertakan sejumlah barang bukti di antaranya surat permohonan visum at repertum dari Kapolres Jakarta Selatan Tanggal 8 Juli 2022 yang menjelaskan telah ditemukan mayat seorang laki-laki pukul 17.00 WIB.

Kemudian barang bukti lainnya adalah surat dari Rumah Sakit Kramatjati Polri, yang berisi informasi ada laki-laki berusia 21 tahun dinyatakan telah menjadi jenazah, surat keterangan bebas Covid-19 yang diserahterimakan oleh Kombes Pol Leonardus Simatupang dari Penyidik Utama Propam Polri.

''Ini dijadikan barang bukti,'' ujarnya.

Barang bukti lainnya yang disertakan dalam laporan tersebut berupa foto kondisi jenazah diduga Brigadir Yoshua saat berada di ruang jenazah untuk pemberian formalin. Dari foto dan video diambil oleh sejumlah wanita, kata Kamaruddin, di tubuh Briagadir Yoshua ditemukan beberapa sayatan, beberapa luka tembak, beberapa luka memar, pergeseran rahang, luka di bahu, luka sayatan di kaki, luka di telinga bagian belakang sepanjang satu jengkal, telinga bengkak, luka di jari-jari, kemudian ada membiru di perut kanan dan kiri, atau terdapat luka memar dan membiru di daerah tulang rusuk, ada luka menganga di bahu, luka di bawah dagu, di bawah ketiak.

''Kalau di dokumen elektronik ini (luka-luka) terlihat jelas,'' kata Kamaruddin memperlihatkan dokumentasi luka-luka di butuh Brigadir Yoshua.

Kamaruddin juga mengungkapkan, peristiwa yang menimpa Brigadir Joshua diduga terjadi pada tanggal 8 Juli 2022 antara sekitar pukul 10.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB dengan locus delicti atau tempat kejadian perkara (TKP) di dua lokasi, yakni antara Magelang-Jakarta dan/atau di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

''Jadi alternatif pertama locus delictinya itu antara Magelang-Jakarta, alternatif kedua karena mayat ditemukan di situ berdasarkan permohonan visum at repertum di rumah Kadiv Propam Polri Komplek Duren Tiga,'' kata Kamaruddin.

Tim kuasa hukum keluarga Brigadir Yoshua belum melaporkan Bharada E sebagai terlapor, adapun pihak yang terlapor masih dalam penyelidikan.

Alasan keluarga tidak menjadikan Bharade E sebagai pelapor karena dugaan luka-luka yang terjadi pada tubuh Brigadir Yoshua tidak mungkin dilakukan seorang diri. Diperkirakan dilakukan oleh lebih dari dua orang, ada yang berperan sebagai penembak, pemukul dan melukai dengan senjata tajan,

''Dengan banyaknya luka, maka kami sangat yakin ini adalah pembunuhan berencana,'' kata Kamaruddin.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo dikonfirmasi terpisah menanggapi laporan keluarga terkait dugaan pembunuhan berencana, menyatakan seluruh bukti dan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan akan diuji oleh Tim Kedokteran Forensik.

''Ini semua nanti tim kedokteran forensik yang menjelaskan sesuai kompetensinya guna menghindari spekulasi-spekulasi yang berkembang. Luka-luka semua dibuktikan secara keilmuan kedokteran forensik yang sahih tentunya,'' kata Dedi.***