PEKANBARU - Koordinator Satuan Pelayanan Terminal Tipe A Bandarraya Payung Sekaki (BRPS) Kota Pekanbaru Henry Tambunan, SSos, menegaskan, tidak pernah ada organisasi yang beraktivitas di lingkungan Terminal Tipe A BRPS Pekanbaru, kecuali Organda yang diakui pemerintah dan berbadan hukum tetap.

Hal itu ditegaskan Henry, Senin (16/9/2019), mengklarifikasi berita berjudul ''Semena-mena, Korsatpel BRPS Pekanbaru Diminta Segera Dicopot'' yang terbit di Goriau.com.

Dijelaskan Henry, sejauh ini pengelolaan Terminal BRPS dilaksanakan sesuai dengan SOP yang telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.5923/AJ.005/DRJD/2016 tentang Standar  Operasional Prosedur Pengoperasian Terminal Penumpang Tipe A.

''Sampai hari ini, keberadaan tenan penjualan di dalam gedung terminal hanya ada satu area dan dikelola oleh Dharma Wanita Terminal Tipe A BRPS, bukan dikelola oleh perseorangan,'' ujarnya.

Dikatakan Henry, sejauh ini, seluruh kebijakan kedinasan yang dilaksanakan dan diterapkan di lingkungan terminal BRPS selalu dilakukan secara persuasif dan kekeluargaan, berdasarkan hasil kesepakatan bersama antara pengelola terminal (Korsatpel) dengan seluruh pemangku kepentingan di terminal, seperti perwakilan PO-PO dan para pedagang.

Sementara penegakan hukum Over Dimensi dan Over Loading (ODOL), kata Henry, tidak ada hubungannya dengan Terminal Tipe A BRPS. ''Hal tersebut merupakan kewenangan penyidik PNS, yang ada di lingkungan Kementerian Perhubungan RI, Dinas Perhubungan provinsi dan Dinas Perhubungan kabupaten/kota,'' sambungnya.

Diminta Segera Dicopot

Sebelumnya diberitakan, sejumlah pengelola perusahaan otobus (PO) di Terminal Tipe A Bandar Raya Payung Sekaki (BRPS) Kota Pekanbaru mengeluhkan kebijakan dari pengelola Satuan Pelayanan (Satpel) Terminal BRPS. Terminal yang berada di bawah kendali Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah IV Prov Riau-Kepri ini, dinilai bertindak diskriminatif dan 'menginjak' PO yang sudah taat aturan.

Hal ini diungkapkan perwakilan Ikatan Keluarga Besar Terminal Payung Sekaki, Freddy, Sabtu (14/9/2019). ''Kita telusuri selama beberapa minggu bersama Relawan Jokowi. Satpel Terminal ini diskriminatif. Sebab, hanya PO Bus tertentu yang disuruh masuk ke terminal. Sedangkan yang lain dibiarkan di luar tanpa ditindak,'' ucap Freddy.

Tak hanya itu, lanjut Freddy, pengelola PO yang sudah masuk terminal justru malah diperlakukan semena-mena oleh Satpel tersebut.

''Yang sudah patuh, justru malah ditekan dan dipermainkan. Mereka disuruh masuk. Setelah masuk, mereka disuruh rehab tempat nongkrong pengelola dengan dana sendiri. Akhirnya para pengelola PO itu, pinjam duit sana sini untuk merehab. Tapi, setelah direhab, malah disuruh pindah lagi lokasinya ke areal depan. Padahal, Korsatpel itu yang awalnya menyuruh dibelakang,'' kata Freddy.

Alasannya, kata Freddy, untuk meramaikan peron. Tak hanya merehab, bahkan ada yang membangun dari nol tempat mereka. Freddy khawatir, sikap kepala terminal ini bisa memancing keributan.

''Ada yang merehab, ada juga yang bangun dari nol. Nah, setelah jadi kok malah disuruh pindah lagi ke depan. Kalau mau meramaikan Peron, kenapa tidak dari awal disuruh pindah ke depan. Kalau mau pindah, ya bangunkanlah di depan untuk PO. Ini kan jadi rugi dan memancing keributan,'' tegas Freddy.

Freddy yang juga Wakil Ketua DPW di Perkumpulan Indonesia Bersatu Tiga Pilar Provinsi Riau bentukan Staf Khusus Jokowi Lenis Kagoya ini menduga, hal ini mungkin mirip dengan sikap Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah IV Prov Riau-Kepri, yang juga diduga diskriminatif terhadap penindakan Over Dimension Over Loading (ODOL).

''Ya gimana, kita menduga, sikap ini mirip dari BPTD yang diduga diskriminatif terhadap penindakan ODOL. Cek saja, ada gak truk-truk dari grup perusahaan besar ditindak? Yang ditindak kan yang kecil-kecil. Apa ini budaya kerja di Perhubungan ini? Budaya diskriminasi dan semena-mena kepada yang kooperatif,'' ucap Freddy.

Dikatakannya, seluruh prestasi BPTD Wilayah ini adalah berkat sikap kerja sama para pemangku kepentingan. Jika Oknum yang diduga meresahkan ini tidak dicopot, maka dipastikan akan terjadi keributan.

''Harusnya dia berterima kasih kepada para PO yang sudah koperatif. Jadi, kalau pun Dirjen Hubungan Darat datang, dia tinggal bilang, 'Ini pak, terminal sudah ramai. Ini saya yang bujuk akhirnya Pengelola PO mau merehab dengan dana swadaya mereka'. Kan jadi prestasi sama dia. Pencitraan Pengelola selama ini kan akibat kerjasama PO-PO yang kooperatif ini,'' lanjut Freddy.

Namun, akibat sikap Pengelola Terminal yang dinilai diskrimintatif dan semena-mena ini, sambungnya, pihaknya akan mengajak seluruh pemangku kepentingan termasuk lembaga-lembaga lain trmasuk relawan Jokowi, agar bersikap menertibkan oknum yang meresahkan industri transportasi ini.

''Kita kumpulkan semua lembaga, kita bahas semua masalahnya. Termasuk dugaan pungli sebesar Rp250ribu pada lebaran 2019 kemarin, yang ditutupi dengan membujuk pengelola PO membuat surat pernyataan, setelah tercium publik. Kita minta Kepala Terminal itu dicopot sebelum keributan terjadi. Kita semua pendukung Jokowi. Saya kemarin bertugas sebagai Sekretaris Satgas Relawan Jokowi. Karena Jokowi peduli dengan transportasi darat. Tapi, kelakuan begini lah yang bikin citra Jokowi buruk,'' sebutnya.

Paling parah lagi, kata Freddy, pemindahan PO itu ke areal depan disebut-sebut bertujuan meramaikan warung kopi yang di dalam gedung, yang pengelolanya diduga memiliki hubungan spesial dengan oknum pejabat Satpel itu.

''Sudah jadi rahasia umum keberadaan Pengelola Warkop dalam Gedung itu ada hubungan spesial dengan oknum Pejabat disana. Kita minta tolong lah tempatkan Pejabat yang beres kehidupan keluarganya lah untuk mengelola negara ini. Apa perlu kami buka ke publik data-data kelakuan oknum pejabat itu,'' kata Freddy.

Seperti diketahui, Terminal Tipe A BPRS Kota Pekanbaru sejak Februari 2019 lalu dipimpin oleh Henry Tambunan selaku Koordinator Satuan Pelayanan (Korsatpel).bas