JAKARTA - Komisi XI DPR RI menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk mendengar masukan dari pakar untuk Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (RUU HKPD), Rabu (14/7/2021).

Pakar yang hadir dalam rapat ini adalah Prof. Purwo Santoso dan Prof. Wihana Kirana. Keduanya akademisi dari UGM.

Dalam rapat ini, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati, menyampaikan beberapa catatannya. Ia menegaskan pentingnya memahami sisi filosofis dan ideologis dari RUU yang sedang dibahas bagi para penyusunnya. "Selain membahas detail konten RUU, kita juga perlu memahami framework dan ruhnya," tegas Anis.

Ia menambahkan, framework yang menjadi Batasan lingkup pembahasan RUU, semestinya disimpan di awal. Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menilai berdasarkan indikator yang dipaparkan oleh para pakar, desentralisasi yang dilakukan pemerintah selama ini masih bersifat parsial.

"Desentralisasi baik dari sisi desentralisasi politik, desentralisasi administratif, dan desentralisasi fiskal masih berjalan parsial. Sehingga tujuan dari desentralisasi fiskal belum sepenuhnya tercapai," tutur Anis.

Ia mengambil contoh, untuk mengatasi kesenjangan antara pusat dengan daerah, belum nampak hasil signifikan. Bahkan berdasarkan analisis Ekonomi Kelembagaan Baru (New Institutional Economics/NIE) yang disampaikan oleh para pakar, unsur yang terhitung kuat (strong) sejak zaman penjajahan Belanda hingga kini hanya unsur korupsi.

"Sedangkan unsur lain seperti biaya transaksi (transaction cost), hak milik (proverty right), dan insentif memiliki indicator sedang (moderate) dan kebanyakan lemah (weak), indikator ini sangat memprihatinkan," kata Anis.

Anis yang juga Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini memaparkan Indonesia yang merupakan satu gugusan besar, terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, dalam hubungan keuangan pusat dan daerah tidak bisa diatur dengan hubungan yang terlalu sederhana.

"Hubungan keuangan pusat dan daerah di Indonesia, perlu menggunakan strategi khusus sesuai keragaman daerah. Tidak cukup hubungannya disederhanakan menjadi hubungan pusat dengan daerah," ungkap Anis.

Anis melanjutkan, wawasan tentang Indonesia itu semestinya menjadi framework dalam merumuskan RUU HKPD. Pemahaman ini didahulukan sebelum masuk ke dalam pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). "Jika tidak memahami jiwa, ruh dan framework RUU ini, kita akan terjebak pada alur apa yang perlu dirubah, apa yang tidak perlu dirubah, dan pekerjaan teknis lainnya," tutur Anis.

Karena itu, perubahan UU seringkali tidak membawa solusi karena banyak terjebak pada pembahasan teknis tanpa memaknai jiwa dari UU tersebut.

Anis pun berharap agar RUU HKPD yang sedang dibahas ini tidak hanya sekedar bicara pasal tapi benar-benar memperbaiki pola hubungan antara Pusat dan Daerah. Ia mengatakan, keuangan hanya satu sisi dari hubungan pusat dan daerah.

Dengan wilayah Indonesia yang begitu luas, pemerintah pusat perlu membangun hubungan menggunakan pendekatan yang lebih humanis dengan pemerintah daerah. Sehingga fungsinya seperti ayah yang membuat anak-anaknya sejahtera. Bukan ayah yang membuat anak-anaknya terlantar. "Orientasi hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah jangan hanya hubungan birokrasi, akan tetapi perlu dibangun sebagai hubungan keluarga besar bangsa Indonesia," pungkasnya.***