JAKARTA8 - Penyidik Bareskrim Polri dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan 4 perusahaan sebagai tersangka kasus gagal ginjal akut pada anak.

Dikutip dari Liputan6.com Bareskrim Polri menetapkan dua perusahaan sebagai tersangka, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industries (PT Afi Farma) dan CV Samudra Chemical (CV SC). Sedangkan BPOM menetapkan PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries sebagai tersangka.

"Kedua korporasi ini (PT Afi Farma dan CV SC) diduga melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/11/2022).

Penetapan kedua korporasi sebagai tersangka ini dilakukan setelah penyidik Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dan memeriksa sebanyak 41 orang terdiri dari 31 orang saksi dan 10 ahli.

Adapun modus kedua korporasi ini adalah PT Afi Farma dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan PG yang ternyata mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas.

"PT A hanya menyalin data yang diberikan oleh supplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi," katanya.

Sementara CV SC diduga sebagai perusahaanmpemasok bahan baku kepada PT Afi Farma. Setelah dilakukan kerja sama dengan BPOM, di lokasi CV SC ditemukan sejumlah 42 drum propylen glycol yang setelah dilakukan uji lab oleh Puslabfor Polri mengandung EG yang melebihi ambang batas.

"Barang bukti yang diamankan yakni sejumlah obat sediaan farmasi yang diproduksi oleh PT. A, berbagai dokumen termasuk PO (purcashing order) dan DO (delivery order) PT. A, hasil uji lab terhadap sampel obat produksi PT. A dan 42 drum PG yang diduga mengandung EG dan DEG, yang ditemukan di CV. SC," katanya.

Rencana tindak lanjut penyidik yakni melakukan pendalaman terhadap kemungkinan adanya dugaan supplier lain PG yang memenuhi standar mutu untuk pembuatan obat ke PT Afi Farma dan melakukan pemeriksaan saksi dan ahli, serta melakukan analisa dokumen yang ditemukan.

"Kemudian melengkapi berkas perkara dan melimpahkan ke JPU," katanya.

PT Afi Farma dijerat dengan pasal Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.

Sementara untuk CV SC disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.

BPOM Tetapkan 2 Tersangka

Sementara, BPOM pada pada kesempatan terpisah juga telah mengumumkan dua tersangka korporasi yakni PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.

BPOM sebelumnya sudah melakukan penindakan terhadap lima industri farmasi. Dari lima industri farmasi itu, kini dua diantaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"PT Yarindo Parmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries telah dilakukan proses penyidikan dan telah ditetapkan tersangka," kata Kepala BPOM Penny Lukito saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/11).

Sementara, perusahaan farmasi lainnya yaitu Ciubros Farma dan PT Samco Farma yang juga diduga memproduksi obat sirup dengan cemaran EG-DEG melebihi ambang batas aman masih dilakukan penyidikan.

"Kemudian terhadap PT Ciubros Farma saat ini masih dilakukan proses penyidikan dari status saksi dan ahli untuk kemudian selanjutnya dilakukan penetapan tersangka, kemudian juga dengan PT Samco Farma BPOM masih berproaes dikaitkan dengan pendalaman informasi untuk segera menetapkan tersangka," beber Penny.***