PEKANBARU, GORIAU.COM - Pemerintah Provinsi Riau mencatat ada puluhan kasus sengketa lahan dan sengketa tanah ulayat antara perusahaan dan masyarakat, serta sengketa lahan antara masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Kebanyakan kasus akibat tumpang tindih lahan kehutanan dan penyerobotan tanah oleh pihak perusahaan.

Anggota Komisi A DPRD Riau yang juga anggota Pansus Monitoring dan Perizinan Lahan Sugianto menyebutkan, persoalan tersebut terjadi karena lemahnya pengawasan dan kurangnya pengetahuan di masyarakat, sehingga mereka merasa pihak yang dirugikan dengan kehadiran perusahaan.

Kasus konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan hampir terjadi di seluruh daerah, terutama persoalan lahan perkebunan pola Kredit Koperasi Premier untuk Anggota (KKPA).

"Pemerintah seharusnya lebih intesif memberikan sosialisasi terutama masalah berkoperasi. Ini penting agar kedua pihak tidak merasa dirugikan," kata Sugianto, Senin (15/6/2015).

Kasus tumpang tindih lahan dengan masyarakat banyak ditemukan pada saat Pansus lahan meninjau langsung ke lapangan. Sugianto berharap hasil yang didapat dari Pansus ini bisa mengurai dan memberi keadilan dan bisa menyelesaikan masalah tersebut.

Konflik lahan KKPA menurut politisi PKB ini lebih pada masalah pengelolaan dan pembagian yang kurang transparan. Keengganan perusahaan memberikan penjelasan, menjadi masyakat sebagai mitra menaruh kecurigaan.

"Ketiktahuan masyarakat tentang berkoperasi dan tidak adanya transparasi perusahaan juga kurangnya penyuluhan dari instansi yang terkait," lanjutnya.

Masalah lain, kata Sugianto lagi, banyak oknum dari semua aspek yang memanfaatkan konflik ini demi kepentingan pribadi. Kasus itu terlihat dari yang terjadi antara masyarakat Kampar dengan PT RAKA di Tapung. Perusahaan menurut masyarakat tidak punya izin dengan mengatas namakan kelompok tani.

Hal yang sama juga dijumpai di daerah Pelalawan seperti kasus PT Adei Plantations, PT Safari Riau, PT Peputra dan sebagainya.(rul)