JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Politisi Partai Demokrat (PD), M. Nasir yang tak lain adalah adik dari terpidana korupsi, M. Nazaruddin (Mantan Bendum PD), untuk diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta pada Senin (01/07/2019) hari ini.

Termasuk Nasir, KPK memanggil total 5 orang saksi untuk dimintai keterangan kasus dugaan suap bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) serta dugaan penerimaaan gratifikasi.

Kelima saksi tersebut adalah tiga orang swasta yaitu Novi Novalina, Tajudin, dan Kelik Tuhu Priambodo. Kemudian, Nasir sendiri dan stafnya yang bernama, Rati Pitria Ningsih.

"Semuanya dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IND [Indung]," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah, Senin (1/7/2019).

Sebelumnua, Nasir yang dikenal sebagai anggota Komisi VII DPR RI ini pernah dipanggil KPK untuk kasus yang sama pada Senin (24/6/2019), dan mangkir.

Ruangan anggota Komisi bidang Energi, Riset dan Teknologi serta Lingkungan Hidup di DPR RI asal Partai Demokrat di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta itu, juga telah diperiksa KPK pada 4 Mei 2019 lalu, namun KPK dikabarkan tak menemukan alat bukti yang relevan.

Sekedar pengingat, Indung alias IND, menjadi tersangka terkait dengan posisinya di jalur dugaan suap dari Marketing Manager PT. HTK, Asty Winasti kepada anggota Komisi bidang Industri, Investasi, dan Persaingan Usaha (Komisi VI) DPR RI, Bowo Sidik Pangarso, senilai lebih kurang 1,6 miliar. Indung, merupakan anak buah Bowo di PT. Inersia.

Asty dan Bowo juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Lembaga anti rasuah menduga, uang itu diberikan agar legislator asal Partai Golkar itu membantu PT. HTK mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT. Pilog.

Selain dugaan suap dari PT. HTK tersebut, Bowo juga diduga menerima gratifikasi sebanyak Rp 6,5 miliar. Terkait dugaan gratifikasi ini, KPK juga pernah menggeledah ruang kerja Menteri Perdagangan RI, Enggartiasto Lukita dan menyita sejumlah dokumen termasuk dokumen terkait Permendag tentang Gula Rafinasi.***