PEKANBARU- Provinsi Riau mendapat predikat keenam hakim yang paling banyak dilaporkan kepada Komisi Yudisial (KY) terkait pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Dari 49 laporan yang masuk ke KY di Riau, didominasi oleh pelanggaran gratifikasi atau suap.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY, Dr. Farid Wajdi, SH. M.Hum.

Dari data yang dimiliki KY Riau merupakan salah satu provinsi dengan jumlah pelanggaran KEPPH yang paling besar, dari seluruh Indonesia, Riau menempati urutan ke enam laporan terbanyak yang masuk ke KY.

"Untuk Riau, berdasarkan data untuk laporan dan sanksi secara nasional itu masuk ke 10 besar terbanyak, untuk posisinya ada di urutan ke enam, jadi ini cukup besar," kata Farid saat diwawancarai pada kegiatan Peran Media Massa dalam Penguatan Kewenangan Komisi Yudisial, di Rumah Gege Pekanbaru, Riau, Rabu (27/11/2019).

Urutan lima besar setelah Riau diduduki oleh DKI Jakarta (277 laporan), Jawa Timur (161 laporan), Sumatera Utara (118 laporan), Jawa Barat (108 laporan) dan Jawa Tengah (100 laporan).

Untuk Riau, Farid merincikan dari 49 laporan yang masuk ke KY, sebanyak 12 hakim terlapor dari Riau yang dinyatakan melanggar KEPPH oleh Mahkamah Agung. Tetapi terhadap 7 hakim masih dalam proses minutasi putusan.

Dari 12 hakim yang dinyatakan melanggar KEPPH sebanyak 7 hakim dikenakan sanksi ringan (teguran lisan/tertulis) dan 5 hakim dikenakan sanksi sedang (hukuman maksimal 6 bulan non palu/tidak bersidang).

"Untuk pelanggaran yang dilaporkan itu bervariatif ya, cuman secara umum yang paling banyak itu masalah gratifikasi atau suap. Kemudian perilaku sikap profesional kehakiman, kecermatan dalam proses persidangan, dan perilaku yang berkaitan dengan asusila," lanjutnya.

Lebih lanjut, Farid mengimbau, agar masyarakat dapat melaporkan apabila ada hakim yang melakukan pelanggaran baik saat sedang bertugas sebagai hakim maupun saat berinteraksi dengan masyarakat.

"Kewenangan KY itu kan baik didalam persidangan maupun diluar persidangan. Diluar persidangan itu maksudnya, perilaku hakim baik dalam interaksi sosial, keluarga, hubungan orang tua kepada anak, dan lainnya. Karena hakim harus memberikan keteladanan, dimana hakim harus memiliki standar moral yang lebih tinggi dari profesi lain apalagi perilaku masyarakat awam,"tutupnya. ***