SIAK – Masih dalam ingatan bahwa pada tahun 2015 lalu, sejumlah wilayah di Provinsi Riau mengalami bencana kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Bencana pada saat itu juga dianggap sebagai bencana kabut asap yang paling pekat karena berdasarkan sejumlah laporan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BNPBD) Riau mencatat, sebanyak 1.264,75 Ha lebih hutan dan lahan di Riau telah terbakar.

Demi mencegah terjadinya bencana yang sama, CIFOR bersama para mitranya, PSB Unri dan Sedagho Siak menyusun strategi kontribusi terhadap Program Siak Hijau di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Melalui program Siak Hijau inilah CIFOR-icraf bersama mitranya dan Kabupaten Siak melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan Karhutla dan restorasi gambut.

Indonesia Deputy Country Director CIFOR-ICRAF Indonesia, Prof Herry Purnomo mengatakan, pencegahan kebakaran seharusnya melibatkan masyarakat. CIFOR (Pusat Penelitian Kehutanan Internasional) menyerap aspirasi masyarakat kemudian difasilitasi untuk pelaksanaan ide di kampung terpilih di Kabupaten Siak.

"Melalui kerjasama bersama mitra dan melibatkan masyarakat, CIFOR menyerap ide-ide di lapangan untuk membangun model bisnis berbasis masyarakat. Kita membuat riset, kemudian merancang rencana dan melakukan aksi dalam skala kecil (arena aksi) serta memantau perkembangan dari rencana itu untuk kemudian kita evaluasi," ujarnya.

Menurutnya, arena aksi atau dalam bahasa yang disederhanakan sebagai sebidang lahan untuk melakukan praktik langsung hasil riset tersebut, di sinilah masyarakat diajak untuk berperan aktif sehingga merubah pola pertaniannya menjadi lebih ramah lingkungan.

Saat ini, CIFOR-icraf bersama mitranya telah menciptakan lima arena aksi yang lokasinya berada di Kampung Penyengat, Kecamatan Sungai Apit dan di Kampung Kayu Ara Permai, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak.

Dari kelima arena aksi tersebut, sejumlah komoditas yang sudah melalui hasil survei bernilai jual tinggi dan memiliki pangsa pasarnya sendiri di Riau maupun di luar Riau, pun ditanam. Sebagian dari komoditas itu adalah inisiatif dari warga atau kelompok masyarakat yang berperan dalam Arena Aksi.

"Ada kelengkeng, pohon matoa, kelapa hibrida, pohon pisang, nanas, dan pinang ditanam pada Arena tersebut," jelasnya.

"Karena kita mencoba untuk menerapkan riset kita di lapangan bersama masyarakat. Sehingga nantinya masyarakat mempunyai penghidupan yang ramah gambut," terangnya.

Sementara itu, Kepala Bappeda Siak, Dr. Wan Muhammad Yunus juga menjabat sebagai Ketua Sekretariat Siak Hijau mengatakan bahwa Pemkab Siak memiliki komitmen dalam menginisiasi dan menyusun regulasi dan rencana aksi tentang Siak Hijau, yang saat ini sudah di-Perda-kan. Menurutnya, Siak Hijau juga sangat mendukung terlaksananya cita-cita CIFOR-icraf dan mitra dalam pencegahan Karhutla dan Restorasi Gambut.

"Sebagian wilayah di Siak memiliki unsur tanah gambut. Kita melalui Siak Hijau adalah bertujuan memberdayakan lahan gambut berbasis ekologi untuk kehidupan masyarakat. Misalnya membuka lahan pertanian tanpa membakar lahan, yang beberapa waktu lalu menjadi budaya kita," jelasnya.

Siak Hijau sendiri dibentuk untuk mewujudkan kelestarian alam di Kabupaten Siak.

"Beberapa komitmen Pemkab dapat terlihat dalam upaya-upaya perlindungan hak adat, penurunan emisi gas kaca, pembagian wilayah menjadi beberapa zona yakni zona konservasi, tanaman pangan, industri, perumahan dan lainnya," terangnya.

Ada ribuan hektar kawasan kampung di wilayah Kabupaten Siak yang menjadi target pembenahan Pemkab Siak selanjutnya. Ia berharap hasil penelitian CIFOR bisa diterapkan sehingga hutan bisa terus terjaga dan perekonomian masyarakat daerah tersebut meningkat.

Meskipun demikian, perlu dikatakan bahwa hasil dari program-program yang telah berjalan belum sepantasnya untuk disebut memuaskan. Perjalanan dan proses yang panjang masih terhampar didepan mata bagi CIFOR-icraf bersama mitra untuk memperluas model pencegahan Karhutla dan Restorasi Gambut berbasis masyarakat yang mendukung kesejahteraan ekonomi dan lingkungan di Riau.

"Tentu masih ada sejumlah hal atau persoalan untuk menjalankan program yang kita harapkan berkelanjutan dan jangka panjang ini. Seperti masalah teritorial saat pembukaan lahan arena, pembinaan kelompok masyarakat yang berperan dan kemungkinan lainnya," pungkas Prof. Herry Purnomo. ***