JAKARTA - Pemilu serentak dianggap sebagai pemilu paling kacau sepanjang sejarah demokrasi di Indonesia. Bahkan Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI, Hetifah Sjaifudian, mengaku merasa berdosa terkait pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2019.

Hal ini diungkapkan Hetifah saat menjadi narasumber Dialog Kenegaraan dengan tema "Evaluasi Pemilu Serentak, Bisakah Pileg dan Pilpres Dipisah Lagi?" di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Pemilu 2019 kata Hetifah, memiliki beberapa catatan penting yang mewajibkan harus segera dilakukan evaluasi. "Kebetulan saya pribadi adalah bagian dari pansus RUU Pemilu. Jadi ada juga rasa berdosa," kata Hetifa.

Menurut Hetifah, pembahasan intensif UU Pemilu tersebut memang sangat pendek waktunya. Sekitar enam atau tujuh bulan. "Niatnya sangat jelas, pertama kita ingin memperkuat sistem Presidensial. Terus kemudian kita ingin menghilangkan beberapa praktek non demokrasi di dalam proses pemilu, semisalnya money politik," paparnya.

Masih kata Hetifah, cukup banyak ketentuan-ketentuan yang dimasukkansebagai perbaikan dari undang-undang sebelumnya. "Termasuk sanksi bagi praktek-praktek money politik dan juga kita ingin agar hal-hal yang terkait dengan mungkin dari kampanye hitam, bukan kampanye negatif,".

"Tentu saja teman-teman tadi mungkin sudah mendapatkan beberapa catatan terkait dengan problem-problem yang kita hadapi. Walaupun kami tetap mengapresiasi kerja keras dari para penyelenggara pemilu khususnya KPU, Bawaslu dari semua level sehingga sampai hari ini. Ya, mudah-mudahan kita bisa mengakhiri segala proses itu dengan Aman damai dan lancar," harapnya.

Kemudian mengenai evaluasi, menurut Hetifa ada dua jenis. Evaluasi dari sisi substantif dan juga evaluasi dari sisi prosedur.

"Saya melihat dari sisi substantif. Saat ini karena kita terlalu fokus kepada Pilpres gitu. Ya?. Itu juga membuat mungkin beberapa kerugian, khususnya pemilihan anggota DPD RI yang tingkat partisipasinya mengalami kemerosotan yang luar biasa. Sehingga berarti banyak dari para pemilih dia datang TPS sesudah memilih Presiden lalu pulang dan nggak merasa ada kewajiban. Tapi kalau terpisah, khusus mau pilih DPD dan DPR ya pasti dia akan melakukan itu," tandasnya.

Hetifah mengakui, pemilu serentak 2019 ini banyak masalah yang harus dievaluasi. Seperti banyaknya petugas yang meninggal, maraknya money politics, berita hoaks, kampanye hitam, politik identitas dan meningkatnya dinasti politik.

"Semula pemilu serentak ini untuk memperkuat sistem presidensial, tapi jika harus dievaluasi tentu harus meminimalisir money politics, kampanye hitam, hoaks, politik identitas, dan dinasti politik tersebut," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI itu.

Yang pasti kata Hetifah, ada dua jenis evaluasi pemilu, yaitu evaluasi secara subtansial dan prosedural. "Golkar akan evaluasi dengan penegakan sanksi bagi pelaku money politics, meningkatnya partisipasi rakyat untuk pileg, dan bukan hanya fokus pada pilpres," pungkasnya.***