PEKANBARU - Provinsi Riau kembali kehilangan tokoh dan pejuang kesejahteraan masyarakat. Kali ini kabar duka datang dari Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), dimana Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR, Datuk Seri Al Azhar meninggal dunia, Selasa (12/10/2021).

Bagi orang-orang yang mengamati perjalanan Provinsi Riau, tidak asing dengan sosok pria kelahiran Tambusai, Rokan Hulu pada 17 Agustus 1961 ini. Al Azhar dikenal sebagai budayawan dan juga aktivis pergerakan.

Al Azhar merupakan sastrawan dan juga pengasuh pertama surat kabar mahasiswa di Universitas Riau, yakni Bahana Mahasiswa, yang mana surat kabar kampus ini masih eksis sampai hari ini.

Al Azhar juga kerap menyuarakan hak-hak adat yang dirampas oleh korporasi, bahkan Al Azhar sudah melihat perampasan tanah adat ini sejak dia masih kecil. Inilah yang membuat dia akhirnya tumbuh sebagai sosok yang paling keras menentang setiap upaya perampasan tanah adat.

Dalam perjalanan hidupnya, Al Azhar melakukan banyak sekali penelitian, terutama yang berkaitan dengan adat dan kebudayaan. Dan dia bertekad supaya anak-anak cucu Melayu bisa menikmati tanah adat warisan nenek moyangnya.

"Walaupun hanya dapat sejengkal, saya mau yang sejengkal itu didapatkan dengan upaya. Generasi di bawah saya, harus mendapatkan apa yang hilang, yang tidak mampu dijaga oleh generasi saya, dan generasi di atas saya," kata Al Azhar dikutip dari Antara.

Pria yang dipilih sebagai Ketua MKA LAMR pada Mubes LAMR tahun 2017 ini juga aktif dalam membaca laporan dari Panitia Khusus (Pansus) Monitoring Perizinan Lahan DPRD Riau, dimana ditemukan sebanyak 1,8 juta hektar lahan sawit ilegal.

Baginya, lahan ini harus dikembalikan kepada masyarakat Riau. Untuk itu, LAM Riau dibawah kepemimpinannya juga aktif dalam Kelompok Kerja Perhutanan Sosial bersinergi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bersama pemangku kepentingan lainnya.

Di bidang pergerakan, Al Azhar merupakan tokoh muda yang ikut memperjuangkan hak-hak Riau yang tidak mendapatkan apa-apa dari kekayaan alam Migas di Blok Rokan.

Bersama Tabrani Rab, Al Azhar ikut menyuarakan 'Riau Merdeka' kepada pemerintah pusat sebagai bentuk protes atas eksploitasi migas yang dilakukan oleh negara lewat PT Caltex.

Pergerakan ini pada akhirnya membuat Riau berhak atas Dana Bagi Hasil (DBH) Migas sebesar 15 persen dari total keuntungan. Dana transfer ini sampai hari ini masih diterima oleh Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun kabupaten kota.

Meski sudah tidak lagi berusia muda, namun Al Azhar tidak bisa diam jika melihat ada yang mencoba mengusik Riau dan Melayu. Al Azhar bahkan memberikan reaksi keras ketika Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas menyebut Riau adalah daerah radikal.

"Jadi sekarang jangan lagi lah buat kegaduhan. Urus saja diri sendiri dan organisasinya itu. Lebih baik dia tengok dirinya, dan jangan tengok di luar,” kata Al Azhar kala itu.

"Soal pernyataan Yaqut itu, tak perlu ditanggapi berlebih-lebihan, bagi kita itu hoax. Tanpa data pendukung itu hoax" kata Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR, Datuk Seri Al Azhar, Minggu (13/1/2019). 

Al Azhar juga pernah mengeluarkan Warkah Amaran (Pesan Peringatan) terhadap perlakuan sangat tidak pantas yang dialami oleh ulama kebanggaan Masyarakat Riau, yakni Ustadz Abdul Somad di Bali, Jumat (8/12) lalu.

Datuk Al Azhar menyebutkan bahwa Ustadz Abdul Somad yang adalah orang yang dihormati karena dituakan selangkah, dan ditinggikan seranting. Karena UAS merupakan salah seorang anggota MKA LAM Riau, dan mendapat gelar kehormatan Datuk.

“Oleh karena itu, segala bentuk ketidakpatutan dan pelecehan terhadap UAS adalah sama dengan pelecehan terhadap kehormatan, martabat, Marwah LAM Riau dan masyarakat Melayu Riau pada umumnya,” tegasnya. ***