SELATPANJANG - Kisah sedih kuli bangunan di Kabupaten Kepulauan Meranti, yang cacat akibat pekerjaan yang dilakoninya, namun tidak bisa berobat, dan harus bergelut dengan penyakitnya selama delapan tahun, akhirnya sampai ke telinga Camat Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti Riau.

Helfandi SE MSi, Camat Tebingtinggi, Kepulauan Meranti pun berencana melihat langsung kondisi Wahidun (42 tahun), warga Gang Al Histianah, Jalan Simpati, Desa Alahair, Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang sudah 8 (delapan) tahun terbaring tersebut.

"Nanti akan kita tinjau langsung ke rumahnya, karena kita belum tahu kondisinya seperti apa, setelah itu baru bisa kita ambil langkah selanjutnya," ujar Helfandi lewat telepon genggamnya karena dirinya saat ini masih berada di Pekanbaru kepada GoRiau.com, Minggu (6/1/2019).

Sebelumnya diberitakan, penyakit yang dialami Wahidun berawal dari luka kecil yang menyebabkan terjadinya infeksi dan membusuk sehingga memakan sebagian saraf yang hampir menyebabkan kelumpuhan.

Ketika wartawan GoRiau.com, Jumat (4/1/2019) sore menyambangi kediamannya, tampak kesedihan terpancar diraut wajah Wahidun yang terbaring lemas tanpa beralaskan kasur itu. "Silahkan duduk, beginilah kondisi saya yang semakin hari semakin memburuk," ujar Wahidun dengan kondisi masih terbaring.

Diceritakan laki-laki yang akrab disapa Adun itu, penyakit yang dialaminya berawal dari luka kecil di bagian punggung yang semakin lama semakin besar dan membusuk. "Saat itu saya sebagai kuli bangunan, saya sedang merobohkan tembok, namun tembok depan yang saya pukul, malah tembok di belakang pula yang roboh dan menimpa tubuh saya. Sepertinya saat itu tidak terjadi apa-apa, tapi luka yang ada semakin lama semakin besar dan membusuk sehingga sempat dilakukan operasi," cerita Adun.

Situ Zemah, kakak Adun, melanjutkan cerita bahwa Adun sempat dibawa ke Pekanbaru bahkan hingga ke Jawa untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik, namun tidak membuahkan hasil karena bukan mendapatkan penanganan yang intensif tapi malah sebaliknya.

"Ke Pekanbaru sudah, kemarin di rumah sakit Santa Maria sekitar 12 hari dan rumah sakit Arifin Ahmad sekitar 6 hari, bahkan berobatnya sampai ke Jawa, sekitar 8 bulan disana, namun tidak ada hasilnya," cerita kakak Adun.

Menurut Zemah, penyakit yang dialami adiknya semakin memburuk, hal itu dirasakan si adik, dimana ia mulai susahnya untuk bergerak. ''Katanya bagian punggung ke bawah sudah mulai hilang rasa atau tidak terasa lagi saat disentuh, ini membuat saya semakin khawatir," ucapnya.

Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari si kakak hanya mengandalkan hasil penjualan pakis sayur yang diambil 2 hari sekali.

Sementara itu, Joko Sucahyo, salah seorang warga setempat, sangat prihatin dengan kondisi yang dialami kedua kakak beradik tersebut.

"Kita sangat prihatin melihat kondisi mereka karena sudahlah adiknya sakit, si kakaknya pula harus memenuhi kebutuhan sehari-hari hanya dengan penghasilan menjual pakis," tutur Joko.

Untuk itu, Joko berharap agar pihak pemerintah setidaknya bisa memberi solusi dan meringankan beban kakak beradik tersebut. "Kita berharap kepada pihak pemerintah desa, kecamatan maupun kabupaten untuk tersentuh dan bisa meringankan beban mereka ini," harapnya. ***