PEKANBARU -- Allah SWT memberikan hidayah (membukakan hati manusia mengakui kebenaran Islam) melalui berbagai jalan. Seperti dialami Dessy Fransisca, yang memutuskan mempelajari Islam setelah bermimpi memakai jilbab. Berikut kisahnya, seperti dikutip dari Republika.co.id.

Dessy lahir di Riau, 21 tahun lalu. Kedua orang tuanya non-Muslim. Dia pun mengikuti agama yang dianut kedua orang tuanya. Sejak kecil, gadis keturunan Tionghoa ini tidak taat menjalankan ajaran agamanya. Beberapa ritual agama yang diikutinya hanya perayaan-perayaan besar tahunan. Itu pun masih berpadu dengan kebiasaan umumnya warga keturunan Tionghoa.

Setelah lulus SMA pada 2018, Dessy memutuskan merantau ke Bali. Di sana, dia mendapatkan pekerjaan dalam bidang pariwisata di sebuah biro perjalanan.

Selama bekerja di Pulau Dewata, dia cenderung mudah terseret dalam gemerlapnya dunia malam. Namun, hatinya merasa tidak nyaman dengan lingkungan kerjanya dan gaya hidupnya. Gelisah kerap membayanginya lantaran ingin keluar dari lingkaran kondisi tersebut.

Kadang ia ingin menjauh dari dunia malam, tetapi sulit karena sering berkaitan dengan pekerjaannya. Namun, Dessy akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja di sana. Selanjutnya, ia pun pergi merantau ke daerah lain.

Harapannya, ia akan menemukan lingkungan yang lebih berterima di hati dan pikirannya. Berbekal pengalaman yang ada, sektor pariwisata masih menjadi pilihannya sebagai mata pencaharian.

Dari Bali, Dessy bertolak ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Di Kota Yogyakarta, ia cukup lama mencari-cari lowongan pekerjaan. Dalam pikirannya, Yogyakarta sebagai salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia seharusnya menyediakan banyak lowongan terkait turisme.

Namun, ia saat itu kurang beruntung. Sudah beberapa lama dia mencari pekerjaan, tidak dapat jua. Apalagi, pandemi Covid-19 semakin parah sehingga pembatasan sosial terjadi di mana-mana.

Lowongan kerja kian sulit ditemukan. Dessy kemudian memutuskan untuk kembali ke Pekanbaru. Dia pun mendapat pekerjaan sebagai pegawai administrasi.

Namun, posisi ini tak lama dijalaninya. Sebab, perusahaan tempatnya bekerja terancam gulung tikar. Perempuan ini menjadi salah satu 'korban' pemutusan hubungan kerja atau PHK demi kelangsungan perusahaan. Ia pun kembali menjadi seorang tuna karya.

Di saat berupaya menjauhi pergaulan yang tidak sehat, amoi (gadis keturunan Tionghoa) ini justru merasakan pahitnya kesulitan mencari pekerjaan. Penghasilan nyaris tiada, sedangkan uang tabungan terus tergerus. Bahkan, saking depresi dan putus asanya, sempat dia berniat melakukan bunuh diri.

''Saya merasa kosong. Rasa-rasanya, kok masalah terus-menerus menimpa saya? Jadi saya putus asa saat itu,'' ujar dia menuturkan kisahnya kepada Republika.co.id beberapa waktu lalu.

Selama di Pekanbaru, Dessy terus dikuatkan mentalnya, termasuk oleh teman-teman dekatnya. Kebetulan, mereka seluruhnya beragama Islam. Dari kawan-kawannya itu, Dessy melihat adanya semangat hidup. Apalagi, ia merasa, mereka tak pernah depresi walaupun berbagai persoalan mendera hidup masing-masing.

''Seorang Muslim akan berserah diri kepada Allah SWT ketika masalah menghampiri. Dengan begitu, jauh dari rasa putus asa,'' ucap dia menirukan perkataan seorang kawan Muslimnya.

Pada malam awal tahun 2021, Dessy mengalami sebuah mimpi yang tak biasa. Dalam mimpinya, perempuan ini merasa sedang memakai jilbab.

Saat bercermin, ia tersenyum karena senang dengan penampilan khas Muslimah itu. Begitu bangun dari tidurnya, ia terkejut; seperti tak percaya akan mimpi yang baru saja dialaminya.

Sesudah itu, Dessy terus memikirkan kejadian tersebut. Akhirnya, disimpulkannya bahwa mimpi itu adalah sebuah pertanda. Ada tanda-tanda baginya untuk mempelajari Islam atau bahkan memeluk agama ini.

Ia kemudian menuturkan mimpinya itu kepada salah seorang Muslim yang juga teman dekatnya. Dessy lantas mengungkapkan keinginannya untuk memeluk Islam.

Kawan dekatnya ini adalah seorang pria. Muslim itu lalu meminta tolong ibunya, yang bernama Dewi, untuk menemani Dessy ke sebuah masjid di wilayah Pekanbaru. Di sana, seorang ustaz menjelaskan kepadanya tentang Islam.

Beberapa pekan berlalu, Dessy semakin memantapkan hati dan pikirannya untuk menerima Islam. Maka tepat pada 5 Februari 2021, Dessy kembali mendatangi masjid yang pernah dikunjunginya sebelumnya, ditemani Bu Dewi.

Di sanalah dia mengucapkan dua kalimat syahadat, mengikrarkan memeluk Islam. Setelah menjadi Muslimah, ia pun langsung mengenakan hijab.

Memeluk Islam bagi Dessy adalah hal yang sangat disyukurinya. Ia merasa, agama ini memberikan ketenangan dalam batin. Ibadah-ibadah pun rutin dilakukannya sembari terus belajar aspek-aspek fikih dan syariat.

Selama di Pekanbaru, ia tinggal menumpang di rumah keluarga kakaknya. Walaupun selalu disembunyikan, akhirnya ketahuan bahwa kini Dessy telah memeluk Islam. Tanggapan sang kakak kurang menyenangkan.

''Saya kesulitan untuk menjalankan sholat dan memakai jilbab. Kalau ketahuan pakai jilbab, disuruh lepas. Jadi, saya terpaksa memakai jilbab hanya jika keluar rumah kakak saya. Itu pun memakainya di tengah jalan, tidak di rumah,'' jelas dia.

Karena tidak leluasa, Dessy pun memutuskan pergi dari rumah kakaknya. Namun, saat itu dia tidak memiliki uang cukup untuk menyewa rumah. Ia pun menumpang di rumah teman dekatnya selama satu pekan.

''Lalu kerabat teman saya ada yang memiliki penyewaan indekos. Saya pun ditawari gratis. Hanya saja, karena teman saya laki-laki dan khawatir ada fitnah lantaran letak (indekos) dekat dengan rumah dia, maka saya hanya menempati kos itu selama satu bulan,'' tuturnya.

Dessy kemudian memutuskan mencari indekos yang cukup jauh dari lingkungan tempat tinggal temannya itu.

Ujian hidup lainnya datang. Kali ini, tekanan berasal dari kedua orang tuanya sendiri.

Begitu menjadi mualaf, Dessy sebenarnya ingin menyembunyikan kabar tentang ke-Islamannya. Akan tetapi, hatinya tidak tenang. Ia pun berniat untuk memberi tahu kedua orang tuanya, namun tidak secara langsung.

''Ayah saya memiliki penyakit sehingga saya khawatir penyakitnya akan kambuh begitu mendengar anaknya memeluk Islam. Maka saya menyampaikannya melalui perantara tante dan anak teman ayah saya yang kebetulan dekat dengan orang tua saya di Bengkalis,'' ujar dia.

Meskipun sempat terjadi cekcok, kini hubungannya dengan kedua orang tuanya telah harmonis. Kepada mereka, Dessy menampik kekhawatiran bahwa keputusannya memeluk Islam berdasarkan pengaruh dari teman laki-lakinya —putra Bu Dewi.

Ia pun menegaskan, hal itu tidaklah benar. Sebab, sejak kecil pun ia bergaul dengan banyak teman Muslim dan berada di lingkungan warga Muslim pula.

Pernah sesekali, dia ikut-ikutan berpuasa, tapi tidak sampai maghrib karena tidak kuat menahan haus. Setelah menjadi mualaf, ia pun mulai mencoba-coba berpuasa sunah. Dengan begitu, ia dapat mempersiapkan diri dalam menyongsong Ramadhan pertamanya.

Saat ini Dessy masih belajar untuk menghafal surat-surat pendek. Untuk bacaan shalat utama dia sudah hafal, tetapi baru satu surat pendek yang dihafalnya, yakni al-Ikhlas. Sedangkan untuk mengaji, ia masih belajar dengan bantuan buku Iqra.

Dia juga beberapa kali ikut dalam pengajian Ustadz Abdul Somad (UAS) ketika sedang mengadakan kajian di Pekanbaru. Selanjutnya, Dessy hanya mengandalkan kajian daring yang sering diputar di Youtube maupun media-media sosial lain.

Saat ini, Dessy berharap Allah selalu menguatkan hatinya dalam Islam. Sejak menjadi Muslimah, rasa depresi yang dahulu sempat melanda tak lagi menggayuti hatinya.

Ia merasa kini hidupnya lebih damai. Kapanpun ada masalah hidup yang membuatnya kalut, ia langsung mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat.

''Dengan shalat, timbul perasaan damai. Dalam shalat, saya selalu memohon agar Allah menjadikan saya kuat dalam iman dan Islam. Apalagi, yang saya yakini, Allah tidak akan memberikan ujian atau cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya,'' katanya.***