PANGKALAN KERINCI – Kasus penamparan yang dilakukan oleh pedagang kantin sekolah kepada seorang siswi di Kabupaten Pelalawan berakhir damai, setelah Kejaksaan Negeri Pelalawan menfasilitasi mediasi pelaku dan korban.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pelalawan, Silpia Rosalina melalui Kepala Seksi Intelijen, Fusthatul Amul Huzni mengatakan, permasalah antara korban dan pelaku berawal dari ketersinggungan dan emosi yang berakhir pada penamparan.

Penganiayaan bermula adanya ketersinggungan tersangka yang merupakan pedagang kantin sekolah atas perkataan korban yang merupakan siswi di sekolah tersebut.

"Sehingga tersangka menampar pipi kiri korban dan mengalami memar pada bagian belakang telinga kiri," ungkap Huzni, GoRiau.com, Selasa (28/6/2022).

Kajari Pelalawan didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Niky Junismero dan Penuntut Umum memfasilitasi perdamaian antara tersangka SNA dengan korban Na dalam perkara penganiayaan di rumah Restoratif (Restorative Justice) Seiya Sekata Kabupaten Pelalawan.

Meski rumah Restorative Justice Seiya Sekata yang berada di Kantor Desa Makmur di Jalan Hangtuah SP-6, Kecamatan Pangkalan Kerinci, belum resmi dilounching, namun sudah dapat dipergunakan untuk memfasilitasi perdamaian perkara-perkara tertentu.

"Sebagaimana yang dapat diselesaikan melalui keadilan restoratif berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif," jelas Huzni.

Mediasi ini, lanjutnya, selain dihadiri oleh tersangka SNA, korban Na yang didampingi orangtuanya, hadir juga pihak kepolisian, Kepala Desa, Kepala Dusun tempat terjadinya perkara.

"Mediasi antara kedua belah pihak yang difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri Pelalawan berakhir dengan kesepakatan perdamaian tanpa syarat," terangnya.

Namun menurut Huzni, untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan jeadilan restoratif, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif harus dimintai persetujuan secara berjenjang kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Jaksa Agung.***