JAKARTA - Jatah kursi Ketua MPR RI untuk periode 2019-2024 terus menjadi target utama para partai politik (parpol) pemenang Pemilu Serentak 2019.

Tak hanya dari unsur parpol saja, tapi dari unsur DPD RI juga berminat penuh mendapatkan kursi nomor satu di MPR itu. Baik DPD maupun parpol pemenang pemilu, saat ini tengah melakukan lobi-lobi untuk membentuk sistem paket.

Menanggapi hal tersebut, Anggota MPR RI dari Fraksi Nasdem Johnny G Plate mengatakan, pihaknya mendukung penuh usulan paket untuk pimpinan MPR RI.

"Yang jelas, MPR itu harus terdiri dari DPR dan DPD. DPD juga punya kewajiban apabila terjadi 2 paket atau lebih, harus ada nama calon anggotanya di paket-paket itu," ujar Johnny dalam diskusi Empat Pilar MPR RI bertajuk 'Membangun Koalisi Permanen di MPR', di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (12/07/2019).

Ia juga meminta DPD agar menunjuk calon yang selaras denga koalisinya. "Kita meminta pak Nono Sampono (Wakil Ketua DPD RI) untuk menunjuk figur yang bisa selaras dengan kami. Bisa ideal dan singkron," harap Johnny.

Jika kader NasDem terpilih menjadi unsur pimpiman MPR RI, anggota Komisi XI DPR ini mengatakan akan mengamandemen beberapa poin di Undang-Undang Dasar (UUD) RI 1945. "Kami berfikiran, kita perlu mengamandemen beberapan butir di UUD 45, terutama arah pembangunan negara yang harus punya kekuatan hukum yang kuat," tandas Johnny.

Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono juga menjelaskan keterlibatan DPD dalam mengisi kursi pimpinan MPR RI. "Saya pribadi melihat secara faktual ada tiga lembaga di negara kita ini, yaitu DPR, MPR dan DPD. Ini sangat unik dan memang unik. Karena di negara lain tak seperti kita. Komponen negara juga ada tiga, yaitu teritori, rakyat dan pemerintah," papar Nono.

Melihat konflik parpol yang memperebutkan kursi Ketua MPR RI, Nono nampaknya melihat peluang tersebut. Karena saat ini beredar kabar, untuk mecairkan suasana konflik sebaiknya Ketua MPR RI diisi oleh unsur DPD.

"Di DPD tidak ada koalisi, karena berbasis wilayah. Meski ada wilayah Indonesia Barat, Tengah dan Timur, tapi mereka tetap mencair. Dalam konteks MPR, saya sangat setuju koalisi paling baik adalah koalisi kebangsaan. Tidak ada lagi pro kontra kebangsaan. Karena yang di hasilkan MPR adalah demi kebaikan DPR atau DPD. Misal menjaga NKRI tentang Sosialisasi 4 Pilar MPR," tegas Nono.

Jika konflik kepentingan ingin dibiarkan, Nono meyakini tidak akan baik untuk lima tahun kedepan di periode 2019-2024. "Pasti tidak lepas dari kepentingan politik. Siapapun individu, tiap partai manapun ingin duduk jadi pimpinan MPR. Artinya ada kepentingan di situ, apalagi menuju 2024 pasti ada kepentingan," sindir Nono.

"Bagaimana koalisi di Parlemen, khususnya di MPR, kedepan saya liat ada persaingan, yang melekat pada pemerintah untuk menentukan yang berada di koalisi itu (partai pendukung Pilpres 2019). Kita tetap sepakat sistem kita presidensil. Tetapi, Cek and Balance harus di perhatikan, bukan kuat kuatan. Ini demi penguatan sistem tata megara kita," sambungnya.

Lebih lanjut, Nono pun menceritakan sedikit saat Pilpres 2014 yang menjelaskan persaingan antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan KMP (Koalisi Merah Putih). "Pengalaman 2014 lalu saat ada dua koalisi yaitu KIH dan KMP, itu di MPR pernah terjadi (pertarungan pimpinan paket), dari DPD pak Oesman Sapta bahkan smpai ikut kontestasi sebagai calom Ketua MPR," tandas Nono.***