PEKANBARU – Wakil Ketua DPRD Riau, Hardianto, mendukung wacana pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Riau yang fokus mengurusi persoalan perkebunan kelapa sawit.

Pembentukan BUMD ini, menurut Hardianto, merupakan solusi jangka panjang mengatasi kenaikan harga minyak goreng yang dikeluhkan oleh masyarakat, sekaligus menjaga stabilitas harga buah sawit.

Baca juga:  Bisa Bikin Riau Kaya dan Harga Minyak Goreng Stabil, DPRD Riau Dorong Pemprov Punya Pabrik Refinery Sawit

Dikatakan Hardianto, sejak periode lalu, dia sudah menyampaikan hal ini kepada pemerintah karena melihat Pemprov Sumatera Utara, yang sudah punya BUMD dengan core bisnis di kelapa sawit.

Dia mengharapkan, BUMD ini nantinya bisa menghandle bisnis kelapa sawit, mulai dari perkebunan hingga memiliki refinery sendiri, sehingga Pemprov Riau bisa menciptakan produk minyak goreng.

"Jadi hasil produksi perkebunan itu jangan dijual ke swasta semua, olah sendiri dan itu bisa menjaga stabilitas harga, kita menjual produk dengan harga kompetitif. Karena selain mencari keuntungan, BUMD punya tanggungjawab sosial juga, sehingga tak dikendalikan lagi oleh swasta, seperti selama ini terjadi," katanya, Selasa (21/6/2022)

Jika Pemprov tak bisa melirik bisnis ini, kata Hardianto, alangkah menyedihkannya Pemprov karena sebagai penguasa daerah yang sudah diberi hak kebijakan dan kewenangan. Tapi tak mampu memaksimalkan peluang.

"Masa perusahaan swasta bisa mengurus izin kita tak bisa, itu lebih bodoh kita dari batang kayu namanya," tuturnya.

Disinggung mengenai penggarapan di sektor pengolahan Crude Palm Oil (CPO) menjadi minyak goreng saja, Hardianto mengaku setuju, tapi penggarapan dari sektor perkebunan tentu jauh lebih baik, karena bisa menjaga harga TBS.

"Bisa saja kita MoU dengan PTPN V selaku pemilik kebun yang punya produk CPO. Tapi kan itu sama saja kita harus mengikuti harga pasar CPO, lebih baik kita memproduksi CPO dari buah sawit sendiri, nanti baru kita tampung dari luar," tuturnya.

Konsekuensinya, lanjut Hardianto, kita harus bersabar sampai sawit berbuah dan kemudian baru bisa mendapatkan izin pembukaan pabrik hingga refinery. Dan itu harus dimulai dari sekarang.

"Kita harus berpikir ke arah sana, sekarang harga sawit sudah turun, tapi harga minyak goreng masih mahal. Kenapa ini terjadi, makanya pemerintah perlu intervensi harga, dan jauh lebih baik kalau pemerintah bisa mengendalikan pasar juga," tutupnya.***