JAKARTA - Di masa pandemi dan pembelajaran jarak jauh yang sedang dijalankan saat ini, sungguh sangat disayangkan Kemendikbud mengeluarkan kebijakan yang membuat gaduh.

Yaitu Program Organisasi Penggerak yang dalam Rapat Kerja Komisi X dengan Menteri Nadiem dinyatakan bahwa full pembiayaannya dibebankan pada APBN yang mencapai hampir Rp 600 miliar.

"Cukup ironi saat ini ada 3 organisasi besar yang telah menyatakan mengundurkan diri dalam program organisasi penggerak yaitu NU, Muhammadiyah dan PGRI. Yang kita telah ketahui betapa ketiga organisasi ini berkontribusi membangun dunia pendidikan di Indonesia sejak lama dan informasi bahwa tidak lolosnya beberapa organisasi yang sudah layak seperti Muslimat NU, Aisyiyah, IGNU dan lain lain," tegas Anggota Komisi V DPR Fraksi Gerindra, Alim Zamroni dalam keterangan tertulis yang diterima GoNews.co di Jakarta, Senin (27/7/2020).

"Semestinya yang malu dan mengundurkan diri dari program ini yaitu Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation, bukan NU, Muhammadiyah dan PGRI," tambahnya.

Ali Zamroni merasa tidak kaget dengan kegaduhan yang dibuat Nadiem saat ini, karena sejak dilantik sampai dengan sekarang banyak sekali kebijakannya yang kontroversi.

"Sebut saja misalkan mem-PLT-kan para pejabat eselon 1 dan eselon 2 di Kemendikbud yang berakhir dengan digantinya para pejabat tersebut dengan pejabat baru, yang membuat perlu adanya adaptasi kembali dan adanya kegagapan dalam pergerakan dan penyerapan anggaran Kemendikbud yang mendapatkan teguran Bapak Presiden Jokowi," ujarnya.

Selanjutnya, mengenai penghapusan nomenklatur Pendidikan Masyarakat dan Kesetaraan yang dimana terjadi demo besar-besaran dari pegiat pendidikan non formal yang seakan dinomorduakan, selanjutnya kontroversi membayar iuran sekolah melalui Gopay, dan kerjasama Kemendikbud dengan Netflix, kebijakan pemotongan anggaran tunjangan profesi guru di Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK), dan aksi mahasiswa di masa pandemi ini karena menuntut keringanan UKT.

"Saat ini sudah tepat jika masyarakat dan para pendidik dari tingkat PAUD sampai dengan Perguruan Tinggi mengevaluasi menterinya sendiri," kata Ali Zamroni.

Dalam Hal ini Ali Zamroni pun mengatakan bahwa program ini sudah masuk dalam kategori konflik kepentingan, karena Sampoerna Foundation mendapatkan Kategori Gajah sebesar Rp 20 miliar di Program Organisasi Penggerak sedangkan Dirjen GTK Kemendikbud Iwan Syahrir yang menandatangani SK Penetapan Organisasi Penggerak merupakan mantan Dekan di Universitas Sampoerna.

"Menteri Nadiem dan para pejabat di lingkungan Kemendikbud RI harus dievaluasi karena pendidikan itu harus bebas dari segala kepentingan, jangan sampai adanya titipan dan ditunggangi oleh kepentingan pribadi atau golongan," katanya.

Meski demikian, Ali Zamroni memberikan apresiasi atas adanya POP yang bermanfaat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Ali meminta agar badan independen SMERU yang melakukan seleksi kepada organisasi dalam POP tersebut bersikap transparan mengenai proses dan hasil seleksi terhadap organisasi yang lolos dalam POP.

“Kami apresiasi SMERU telah melakukan evaluasi dan sebaiknya hasil penilaian ini diberitahukan pada peserta untuk perbaikan ke depannya. Organisasi yang tak lolos, harus diberitahu kenapa tidak lolos, apa sebabnya, kekurangannya apa," kata Ali Zamroni seraya berharap agar POP tetap diteruskan dan alokasi anggarannya dibuat lebih fleksibel sesuai kriteria tertentu.***