JAKARTA, GORIAU.COM - Gelombang Tujuh Hantu Bono di Sungai Kampar, Riau makin menarik perhatian wisatawan. Ganasnya gelombang ini merupakan daya tarik yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Jika ada aral melintang, gelombang bono akan dipromosikan lewat Festival Bekudo Bono.

Gelombang Tujuh Hantu Bono sudah dikenal di kalangan peselancar dunia. Fenomena alam unik ini terjadi di Sungai Kampar, Riau, dan merupakan peristiwa bertemunya aliran sungai dan laut. Pertemuan ini menghasilkan gelombang dan ombak besar bergulung-gulung yang bergerak dari muara menuju ke hulu.

Untuk mempromosikan potensi alam unik ini kepada dunia, Pemerintah Kabupaten Pelalawan berencana menghelat sebuah festival saat Gelombang Tujuh Hantu Bono terjadi. Perhelatan bernama Festival Bekudo Bono, artinya menunggangi gelombang Bono dengan berselancar, tersebut akan dilaksanakan pada Oktober 2013 mendatang.

''Rencananya, kami akan mengadakan Festival Bekudo Bono pada Oktober 2013. Ini adalah kali pertama kami menyelenggarakannya. Selain berselancar, akan ada festival seni dan budaya. Promosinya lebih banyak kami lakukan melalui mulut ke telinga para peselancar yang pernah datang,'' kata Elrasyidi Albi, Kasi Promosi Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pelalawan, kepada Okezone di Jakarta, baru-baru ini.

Gelombang Tujuh Hantu Bono, biasa disebut Seven Ghost, dinamakan demikian karena gelombang yang dihasilkan bisa mencapai tujuh gelombang berurutan dan menciptakan kubah layaknya ombak laut. Keunikan lainnya dari Bono adalah saat air laut bertemu dengan aliran sungai, akan terjadi gelombang tinggi disertai dentuman keras seperti suara Guntur diiringi hembusan angin kencang. Gelombang ini bisa mencapai tinggi empat hingga enam meter dengan kecepatan 40 kilometer per jam.

''Biasanya ombak itu terjadi mulai September hingga Januari. Panjang gelombang ini bahkan bisa sampai 50 kilometer, dan jika terus berselancar membutuhkan waktu hingga 1,5 jam, hingga saat ini belum ada yang mampu menaklukannya,'' tambahnya.

Selama ini, peselancar yang datang didominasi dari Prancis, Brasil, China, dan Afrika Selatan. Sementara dari Indonesia masih didominasi oleh peselancar asal Bali. Menurut Elrasyidi, yang datang dan mencoba menaklukan gelombang Bono biasanya mereka yang memang sudah pernah berselancar di sungai. (oz)