PEKANBARU - PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) mengajak 14 wartawan dari berbagai media di Provinsi Riau, melakukan Geology Fieldtrip ke Sumatera Barat, mulai 6 Desember hingga 8 Desember 2019. Terbentuknya minyak bumi, bisa diketahui dari jenis bebatuan yang ada di dalam perut bumi. Terbentuknya minyak bumi disebabkan adanya peningkatan suhu yang berproses hingga jutaan tahun lalu.

Geology field trip ke Sumatera Barat diawali dengan melihat terjadinya pergerakan bumi yang terlihat dari bentuk bebatuan di Bangkinang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Dari bentuk bebatuan ini terlihat, kenapa Riau lebih banyak memiliki minyak bumi dibandingkan daerah lainnya di Indonesia.

Earth Scientist PT CPI, Agus Susianto didampingi Azarico Putra (Earth Scientist) dan ​Irdas Muswar (Team Manager AD South Optimization Minas), menjelaskan bagaimana formasi petani terbentuk di daerah Bangkinang, Kabupaten Kampar.

"Singkapan formasi petani yang berada di lokasi sebelah timur terbentuk dari antiklin Bangkinang yang berumur Miocene hingga Pliocene berfungsi sebagai analogi dari formasi petani yang ada di bawah permukaan, yang berfungsi sebagai timbunan dan juga sebagai batuan tudung dari sistem hidrokarbon di cekungan Sumatra Tengah," kata Agus kepada GoRiau.com.

Setelah melihat di lokasi pertama, perjalanan dilanjutkan melihat singkapan basemen greywacke di PLTA Kotopanjang, Kabupaten Kampar. Basemen greywacke merupakan salah satu contoh singkapan basemen atau batuan dasar di cekungan Sumatra Tengah yang berfungsi sebagai alas cekungan.

"Batuan ini berumur karbon hingga permian atau jutaan tahun lalu. Batuan ini berasal dari Gondwana Land, yakni dulu pada saat batuan terbentuk masih menyatu dengan benua Australia. Batuan ini kemudian bergerak ke daerah katulistiwa pada umur jurassic hingga cretaceous," ujar Agus didampingi juga Sonitha Poernomo (Manager Corporate Communication CPI), Tiva Permata (Media and Communication Specialist), dan Yulia Rintawati (Media and Communication Specialist), serta Indrika Sriyatini (Government Relations).

Setelah melihat proses terbentuknya bebatuan pada dua daerah tersebut, dilanjutkan ke Tanjung Balit dekat perbatasan antara Riau dengan sumatera Barat. Di sini dapat terlihat singkapan batuan Grup Sihapas.

"Grup Sihapas, merupakan salah satu contoh singkapan Sihapas yang muncul di permukaan. Grup Sihapas ini terdiri dari gabungan kelompok formasi batuan sedimen yang diendapkan pada umur awal miocene di lingkungan laut dangkal, yang didominasi oleh lapisan-lapisan batu pasir kuarsa berukuran halus hingga kasar," papar Agus.

Di Lembah Harau, nampak jelas Delta Kipas (Fan Delta), yakni formasi brani. Singkapan di Lembah Harau, terdiri dari Formasi Brani yang diperkirakan diendapkan pada umur eocene. Formasi ini ditafsirkan sebagai unit batuan sedimen alluvial fan dan fan delta yang masuk ke dalam sebuah danau di cekungan Payakumbuh hingga Ombilin.

"Singkapan ini diduga memiliki kemiripan dengan formasi Lower Red Bed yang berada di Cekungan Sumatra Tengah di Riau. Batu pasir dari formasi brani mungkin bisa berfungsi sebagai reservoar," ulas Agus.

Hari kedua Chevron Geology Fieldtrip, wartawan diajak ke Guguk Cina di Batusangkar, melihat basemen granite. Singkapan Basemen Granit Guguk Cina adalah salah satu contoh singkapan basemen batuan beku sebagai batuan dasar di cekungan ombilin berumur jurassic.

"Pada kondisi lapuk atau pecah pecah terekahkan, granit ini juga bisa berfungsi sebagai reservoar. Batuan ini merupakan intrusi batuan beku dari sebuah dapur magma yang menembus batuan di sebuah lempeng benua/kontinen. Basement granit juga terdapat di cekungan Sumatra Tengah, meski dengan sebaran tidak begitu luas," katanya lagi.

Di Lubuk Pinang, melihat bagaimana terbentuknya formasi sangkarewang. Singkapan formasi sangkarewang terjadi dari unit batuan sedimen yang berumur eocene. Yang merupakan rekaman dari sedimentasi sebuah danau purba berumur eocene di cekungan ombilin. Batuan ini terdiri dari perselang selingan batu pasir dan batu lempung hitam yang mengandung banyak material organik.

"Formasi sangkarewang ini memiliki potensi sebagai batuan sumber minyak dan gas bumi. Singkapan formasi sangkarewan yang diamati telah mengalami deformasi oleh struktur geologi yang bentuknya disebut sebagai lipatan Chevron atau Chevron Fold. Berupa lipatan-lipatan yang intensif membentuk seperti lipatan sebuah akordion," ungkapnya.

Dari ketinggian Aripan atau Gobah Peak di atas Danau Singkarak, wartawan diajak melihat bagaimana terbentuknya danau yang telah melegenda ribuan tahun lalu. Pengamatan di Danau Singkarak dari tepi utara danau. Danau Singkarak adalah depresi atau cekungan yang terbentuk oleh sesar geser besar Sumatra yang diperkirakan terbentuk pada umur 1 juta hingga 2 juta tahun lalu.

"Kedalaman air Danau Singkarak secara umum sekitar 200 meter dengan dimensi lebar sekitar 10 kilometer dan panjang sekitar 30 kilometer. Pengamatan di Danau Singkarak ini ditujukan untuk mempelajari analogi modern dari sistem danau purba yang dulu pernah ada di cekungan Sumatra Tengah, maupun ombilin pada umur eocene hingga oligocene," jelasnya.

Perjalanan terakhir di hari ketiga, melihat bagaimana terbentuknya Ngarai Sianok di Bukittinggi, Sumatera Barat, yang menghasilkan endapan Maninjau Tephra. Ngarai Sianok terbentuk dari singkapan endapan erupsi vulkanik muda gunung Maninjau di Ngarai Sianok.

"Endapan sedimen piroklastik (sedimen jatuhan) tuf dan lapili dari gunung Maninjau diperkirakan oleh ilmuwan terjadi sekitar umur pleistocene hingga holocene. Unit sedimen ini sering disebut sebagai Maninjau Tephra. Dari kenampakan tebalnya lapisan ini mengindikasikan, bahwa dahulu terjadi erupsi vulkanik yang intensif dan berulang ulang," katanya lagi. ***