PEKANBARU - Lahan yang berada di wilayah Desa Karya Indah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau, sebelumnya merupakan lahan langganan kebakaran. Kini lahan tersebut telah disulap menjadi lahan yang menghasilkan uang hingga puluhan juta rupiah.

Perubahan itu dilakukan oleh Badan Restorasi Gambut (BRG) melalui Kegiatan Revitalisasi Ekonomi. Tentunya perubahan itu dilakukan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Proses perubahan yang dilakukan seperti membesarkan seorang anak bayi. Banyak proses yang harus dilalui, mulai dari bayi dilahirkan, merangkak, hingga bayi itu tumbuh dewasa.

Seperti yang diungkapkan oleh seorang penggerak dan pemimpin kelompok masyarakat (Pokmas) Tunas Karya, Zamzani. Ia menceritakan, telah bergabung dengan BRG sebagai Pokmas yang beranggotakan 15 orang sejak 2018 silam.

Pada saat itu, lahan yang saat ini menjadi gantungan hidup masyarakat di Desa Karya Indah, sangatlah berbeda penampilannya. Dahulu sebelum lahan itu dimanfaatkan, lahan itu adalah momok bagi masyarakat sekitar, bahkan wilayah-wilayah lain juga dihantui dengan asap kiriman akibat Kebakaran lahan yang terus terjadi di lahan tersebut.

Ditambah, masyarakat yang kurang mengerti bagaimana mengatasi kebakaran lahan, membuat kebakaran terus terjadi dan tidak terbendung. Hingga pada tahun 2018 tim pemerintah daerah dan BRG datang ke Desa Karya Indah, untuk memberdayakan lahan yang sering terbakar itu.

"Dulu sering kebakaran, di sini boleh dikatakan hutan belukar, tidak terawat dan terpantau sehingga terbakar. Seingat saya terakhir terjadi tahun 2018. Lalu kami dapat bantuan dari dinas (pemerintah Provinsi Riau) dan BRG untuk mengelola lahan ini secara swadaya," ujar Zamzani.

Selanjutnya kata Zamzani, untuk memulai atau melakukan sebuah perubahan bukanlah hal yang mudah. Cukup sulit saat membuka lahan semak belukar tanpa harus membakar, masyarakat juga masih ogah-ogahan dalam mengerjakannya.

Setelah lahan telah dibuka, selanjutnya pada bulan September 2019, BRG memberikan bantuan untuk pembibitan dan pengolahan lahan secara keseluruhan. Singkong menjadi pilihan karena memang dari permintaan masyarakat. Selain mudah perawatan, bibit singkong juga tersedia dalam jumlah yang banyak.

"Singkong cocok ditanam di sini. Nanti akan kita diskusikan dengan anggota Pokmas, akan kita apakan singkong ini," tuturnya.

Sejak dimulainya budidaya singkong, masyarakat mulai sadar dan lebih memperhatikan, menjaga lahan gambut di daerah mereka. Apalagi masyarakat menaruh harapan besar, budidaya singkong itu akan menambah pendapatan mereka. Selain juga menjadi upaya dalam menjaga ketahanan pangan.

Pantauan GoRiau dilapangan, pada hari Senin (27/7/2020), saat mengikuti agenda kunjungan kerja Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia Nazir Foead, ke Desa Karya Indah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar.

Tampak ribuan batang ubi segar dan sehat berdiri tegak di sekitar lokasi acara, di bagian tanah terlihat umbi kayu muncul-muncul di permukaan tanah seakan memanggil untuk segera dicabut.

Nazir saat diwawancarai terpisah mengatakan. Keberhasilan Pokmas Tunas Karya merupakan buah investasi dari salah satu program kerja BRG, yakni revitalisasi ekonomi. Secara umum BRG memiliki tiga program kerja yakni pembasahan atau rewetting, penghijauan atau penanaman kembali atau revegetasi dan peningkatan ekonomi revitalisasi. Program itu dikenal dengan 3R.

Pokmas Tuna Karya merupakan satu dari puluhan kelompok masyarakat di Riau yang mendapat sentuhan BRG, terutama masyarakat yang tinggal di areal gambut. Untuk panen raya ubi itu, ia mengatakan potensi ekonomi yang didapat mencapai Rp 30 juta per hektare dengan asumsi Rp 1.000 per kilogram.

"Kalau ubi ini tadi bisa mendapatkan 30 juta per hektare, dalam sekali panen itu bisa dapat 30 ton kalau harga Rp 1000 per kilogram. Memang sekarang kan harga naik turun, itu yang sedang kita carikan solusinya, kita konsultasikan kepada bapak Presiden untuk dicarikan penyerapan hasilnya," kata Nazir.

Nazir berpendapat, keberadaan para petani dan kelompok masyarakat, terutama yang tinggal di areal gambut perlu diperkuat. Langkah itu untuk mewujudkan ketahanan pangan sesuai pesan utama presiden Joko Widodo.

"Gambut yang terjaga dengan baik dan terjaga optimal di musim kemarau sehingga petani bisa bekerja dan kehidupan ekonomi terjamin. Makanya program pembasahan harus berjalan seiringan dengan revitalisasi ekonomi," tuturnya.

Program itu telah menyasar banyak kelompok masyarakat di penjuru Nusantara yang wilayahnya dikelilingi gambut tebal. Di Kalimantan Tengah misalnya, ada kelompok masyarakat yang program revitalisasi fokus pada ekowisata.

Lalu Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang program revitalisasi ekonomi fokus pada sagu, sebagai komoditas utama wilayah pesisir Riau tersebut. Sementara itu, berdasarkan catatan Antara, program revitalisasi ekonomi di Kampar sendiri sebelumnya sukses dengan komoditas nanas.

"Kita dapat masukan dan arahan dari Pak Gubernur, Pak Kepala Dinas, Pak Bupati tentang potensi apakah pertanian, perikanan dan peternakan dari masyarakat. Kita turun berdiskusi dengan masyarakat. Dibantu juga koperasi petani gambut Riau," jelasnya.

Selain ubi, ada juga program swadaya sapi, bebek petelur, ikan. Lalu petaninya bantu, dan fasilitasi oleh BRG. Akan ada tim teknis yang secara berkala memberikan pendampingan ke masyarakat.

Terakhir kata Nazir, seluruh kegiatan yang dirancang bersama seperti ini, itu dieksekusi langsung oleh masyarakat.

"Dengan demikian, masyarakat akan mendapatkan langsung manfaatnya, saya kira karena program dikelola masyarakat sendiri. Lalu sense of belonging, kepemilikan itu lebih tinggi, karena ibu-ibu dan bapak-bapaknya yang menggarap dan membangun di tingkat tapak," tutupnya.

10 hektare lahan yang ditanami ubi kayu itu, nantinya akan terus diswadayakan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, dan kebutuhan ekonomi masyarakat setempat. Terutama ditengah pandemi Covid-19. ***