JAKARTA, GORIAU.COM - Lembaga Penelitian Psikologi Universitas Indonesia (LPP-UI) dan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) melakukan pengukuran indeks demokrasi. Hasilnya, rata-rata indeks demokrasi nasional Indonesia adalah 61. Sementara Riau bersama Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Bali, Riau, Papua dan DKI Jakarta dinilai kurang demokratis.

''Dengan rata-rata skor 61, Indonesia masuk dalam kategori "Agak Demokratis"," kata Kepala Lembaga Penelitian Psikologi Universitas Indonesia, Bagus Takwin saat memaparkan Hasil Indeks Demokrasi Indonesia 2013, di Jakarta, Kamis (8/5).

Dia menyatakan, skor indeks 61 relatif rendah, karena masih banyak komponen sistem demokratis atau lembaga demokrasi yang dinilai buruk atau sangat buruk.

"Secara umum, komponen sistem demokrasi dinilai sudah ada tetapi kualitas dari sebagai besar komponen itu dinilai buruk atau sangat buruk," ujarnya.

Berdasarkan penilaian warga, lanjut dia, keberadaan sistem demokrasi di Indonesia belum berfungsi dan memberikan efek yang berarti bagi warga.

"Kualitas demokrasi di Indonesia belum dapat membawa warga kepada pencapaian-pencapaian tujuan yang mereka pilih. Demokrasi yang berlangsung di Indonesia masih sebatas usaha untuk melengkapi komponen-komponen sistem demokrasi. Dilihat dari aspek prosedural pun, demokrasi di Indonesia masih belum berjalan optimal," ucapnya.

Dia mengemukakan, sebesar 20% propinsi masuk dalam kategori demokratis yakni Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Maluku, Sulawesi Utara dan Lampung.

Masih kata Bagus, sebesar 60% propinsi masuk dalam kategori cukup demokratis yakni Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Papua, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, Jambi, DIY, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Banten dan Kepulauan Riau.

"Sebesar 20% propinsi masuk dalam kategori kurang demokratis yakni Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Bali, Riau, Papua dan DKI Jakarta)," paparnya.

Secara umum, kata Bagus, keberadaan dan kualitas komponen sistem demokratis yang dinilai paling tinggi oleh warga adalah pelaksanaan pilkada secara teratur, kerukunan umat beragama dan kebebasan beragama.

"Sedangkan komponen yang dinilai paling rendah oleh warga adalah persaingan sehat di pemerintahan, warga mampu menyampaikan pendapat pada pemerintah dan pengawasan terhadap pemerintah," tegasnya.

Menurut dia, terdapat indikasi kuat bahwa belum semua warga tercerahkan. Sehingga, warga belum mengetahui dan menentukan hal yang terbaik untuk mereka.

"Ini menghambat keberlangsungan demokrasi secara optimal di Indonesia karena untuk mengetahui apa yang diinginkan, atau apa yang terbaik, orang-orang harus tercerahkan, setidaknya dalam derajat tertentu. Keadaan ini mengindikasikan bahwa belum setiap warga memiliki kesempatan yang memadai dan sama untuk menemukan dan memvalidasi pilihan terhadap hal yang diputuskan sebagai tawaran terbaik bagi kepentingan warga," tutupnya.

Pengukuran dilakukan pada akhir 2013. Pengukuran dilakukan menggunakan metode survei dengan kuesioner melibatkan 2367 responden dari 30 propinsi di Indonesia. Responden diperoleh menggunakan teknik multistage random sampling (sampling error 1,98%, tingkat kepercayaan 95%). ***