PALANGKARAYA - Di Aula Eka Hapakat, Lt.3, Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Palangka Raya, Selasa 28 Januari 2020, Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menggelar pertemuan dengan masyarakat Kalimantan Tengah yang berasal dari beragam organisasi dan profesi.

Pertemuan itu menurut Syarief Hasan merupakan dalam rangka menyerap aspirasi terkait wacana amandemen UUD NRI Tahun 1945 dalam rangka menghidupkan kembali GBHN. Hadir dalam acara itu Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Habib Ismail Bin Yahya serta jajaran pejabat pemerintahan provinsi serta undangan lainnya.

Dalam pertemuan, Syarief Hasan merasa bahagia sebab dalam perjalanan menyerap aspirasi masyarakat terkait wacana amandemen UUD, di Kalimantan Tengah paling banyak dihadiri oleh peserta. “Dengan hadir di acara ini merupakan sebuah bukti ada keinginan untuk membawa bangsa ini menuju ke hal yang lebih baik”, ujarnya.

Diungkapkan, keinginan untuk melakukan amandemen terbatas untuk menghidupkan kembali GBHN merupakan rekomendasi MPR periode sebelumnya, MPR Periode 2009-2014 maupun MPR Periode 2014-2019. Rekomendasi tersebut oleh MPR Periode 2019-2024, setelah melakukan Rapat Pleno, disepakati untuk membuka selebar-selebarnya pendapat masyarakat terkait wacana amandemen. Untuk mendengar aspirasi masyarakat seluruh Indonesia, MPR membagi tugas kepada para pimpinan untuk menyerap aspirasi berdasarkan cluster. “Saya biasa menyerap aspirasi di perguruan tinggi dan pemerintah provinsi”, ungkap Syarief Hasan.

Dalam menyerap aspirasi ditegaskan tidak bisa dilakukan dalam satu ‘time line’ sebab masalah ini menyangkut hajat rakyat Indonesia. Selain menyerap aspirasi secara massif, lembaga ini juga membentuk Badan Pengkajian MPR dan Komisi Kajian Ketatanegaraan. “Pimpinan MPR juga melakukan sosialisasi untuk mendengar aspirasi masyarakat”, paparnya.

Apapun pendapat yang ada, baik pro atau kontra semua dicatat oleh MPR. Dengan komunikasi yang transparan, keputusan yang diambil akan membuat masyarakat menjadi tentram. Diceritakan kepada peserta, haluan negara pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1957 berlanjut hingga pada masa Presiden Soeharto dan berakhir pada awal masa reformasi setelah UUD diamandemen. “Namun hal itu sekarang ingin dihidupkan kembali”, ujar Syarief Hasan.

Keinginan untuk menghidupkan kembali GBHN menurutnya ada anggapan masyarakat yang menyatakan pembangunan yang dilakukan selama ini tidak nyambung atau tidak terkoneksi. Selama ini antara pemerintah pusat dan daerah serta antara kepala daerah sebelum dan sesudahnya, juga antar Presiden sebelum dan sesudahnya, dalam pembangunan tidak berkesinambungan. Dengan adanya GBHN diharap jurang itu bisa ditutupi. “Selain itu ada anggapan tak adanya GBHN membuat sering gonta – ganti kebijakan”, paparnya. Untuk itu Syarief Hasan menegaskan dalam memberikan masukan perlu dilakukan secara ilmiah, analisis, dan berdasarkan fakta di lapangan. “Acara seperti ini akan dicatat sejarah bahwa ini merupakan bagian perjalanan demokrasi di Indonesia”, ucapnya.

Menanggapi dinamika dari pertemuan yang mulai digelar pukul 14.00 WIB, ia mengikuti satu persatu saran dan pendapat atas topik bahasan dalam pertemuan. Menurut pria asal Sulawesi itu, semua pandangan masyarakat Kalimantan Tengah yang hadir dalam kegiatan itu akan dicatat dan dijadikan dokumen resmi MPR untuk bahan pengambilan keputusan. “Masukan dan pendapat yang ada memperkaya proses pengambilan keputusan soal amandemen dan GBHN”, paparnya.

“Saya mencatat semua yang disampaikan tadi”, tambahnya.***